Mohon tunggu...
Fauzan Ramadhan (Fram Han)
Fauzan Ramadhan (Fram Han) Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku, Content Writer, dan Blogger

I am a book author, content writer, and storyteller. I help you expand your knowledge about Socio-Culture, Life and Personal Development.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggali Keterlibatan Bandit, Pelacur, dan Seniman dalam Revolusi Fisik di Jawa Timur Tahun 1945-1950

9 November 2020   19:38 Diperbarui: 9 November 2020   20:02 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sementara para pelaku kriminal dan mantan narapidana lainnya bertugas mencuri, merampok dan minta uang kepada orang-orang kaya di daerah yang dikuasai Belanda. Juga para pencopet yang direkrut untuk menjadi kurir, karena relasi daerah mereka yang sangat luas dan bebas.

Kedua, mengenai peran para seniman, mereka banyak melakukan usaha untuk menggugah semangat perjuangan orang-orang dengan pertunjukan sandiwara. Seperti kelompok sandiwara Pancawarna yang melakukan pertunjukan keliling dengan lakon-lakon bernuansa perjuangan seperti Bunga Indonesia, Sumpah Pemuda, dan Bambu Runcing. Pertunjukan sandiwara yang dilakukan saat itu tidak harus dilakukan oleh kelompok dan pemain professional seperti Pancawarna, para gerilyawan juga bisa ikut bermain dalam pertunjukan sandiwara.

Di daerah Wajak, Malang Selatan, ketika terjadi Revolusi Nasional Indonesia, para seniman ludruk (kesenian Jawa Timur) membentuk SAGRI atau Sandiwara Angkatan Gerilya Republik indonesia. Tujuannya adalah untuk memberi penerangan kepada rakyat dan memberi hiburan kepada para pejuang kemerdekaan.

Ketiga, mengenai peran pelacur dalam masa Revolusi Nasional Indonesia. Saat itu berdiri sebuah organisasi bernama Terate yang diinisiasi Jenderal Mayor dr. Mustopo. Terate merupakan organisasi yang anggotanya terdiri dari pelacur dan pelaku tindak kriminal. Alasan mengapa para pelacur bisa bergabung dalam Terate adalah karena banyak dari mereka yang sebenarnya terpaksa menjual diri untuk bertahan hidup dikarenakan terpisah dari orangtuanya yang diakibatkan oleh konflik bersenjata dan serangan militer Belanda.

Para pelacur tersebut ditugaskan untuk mengambil informasi tentang militer Belanda dan situasi-kondisi kota. Sebelum diterjunkan di wilayah yang diduduki Belanda, para pelacur itu diberi penerangan dan pelatihan.

Penulis juga melakukan kritik terhadap sumber lisan berupa rekaman wawancara Syarif Tayib yang mengatakan bahwa para pelacur diperintahkan untuk memotong kemaluan tentara Belanda setelah bersenggama. Menurut Ari Sapto, perbuatan ini amat beresiko bagi operasi seperti ini selanjutnya.

Banyak tentara Belanda yang sedang melakukan operasi militer di Indonesia telah berpisah dengan istri dalam waktu cukup lama, sehingga kerap dihinggapi rasa rindu. Banyak juga tentara yang baru pertama kali pergi ke Indonesia, sehingga membuat perasaan mereka ingin bertemu kembali dengan istri begitu besar.

Untuk melupakan kerinduannya itu, banyak dari mereka yang mencari hiburan. Situasi ini dimanfaatkan secara baik oleh para pelacur. Dalam wawancara dengan Karsono pada 10 Maret 2009, Ari Sapto mendapat informasi bahwa Para pelacur menggunakan gambar-gambar porno sebagai media dalam operasi ini.

Gambar-gambar cabul disebarkan ke tangsi-tangsi militer Belanda. Anggota militer yang termakan dan terpikat kelak mendatangi tempat-tempat pelacuran. Dari operasi pelacuran tersebut, diharapkan bukan hanya mendapatkan informasi penting, tetapi juga meruntuhkan moral tentara musuh.

Kesimpulan dan Penutup
Pada bagian penutup ini, Ari Sapto menyimpulkan bahwa alasan pelacur dan pelaku kriminal mau terlibat dalam aksi yang beresiko cukup besar ini didominasi oleh pertimbangan kondisi ekonomi, walaupun lebih lanjut ia menerangkan bahwa masih terdapat alasan lainnya seperti balas dendam, jiwa nasionalis, dan alasan lainnya.

Situasi perekonomian Indonesia pada masa revolusi terus memburuk mengakibatkan kehidupan menjadi sulit. Jenderal Mayor dr. Mustopo selaku otak dalam operasi Terate, merupakan salah satu pelaku bisnis militer, sehingga tidak heran kalau ia mempunyai cukup dana untuk mendukung operasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun