Mohon tunggu...
muhammad fauzan azmi
muhammad fauzan azmi Mohon Tunggu... Freelancer - -

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peningkatan Kejahatan Pencurian di Masa Pandemi Covid-19

18 Agustus 2020   12:45 Diperbarui: 18 Agustus 2020   13:02 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di masa pandemi Covid-19 ini masyarakat bukan hanya di hadapkan pada masalah kesehatan, akan tetapi masyarakat di hadapkan pada masalah ekonomi. Di tengah pandemi Covid-19 masyarakat di himbau agar tetap berada di rumah agar supaya bisa memutus  mata rantai Covid-19. Ada beberapa masyarakat yang memerhatikan imbauan pemerintah, akan tetapi tidak sedikit juga yang menghiruakan. 

Dampak dari pandemi ini. Banyak masyarakat yang di PHK sehingga yang dulunya pekerjaanya bisa membiayai keluargannya sekarang tidak lagi. Wabah yang bisa dikatakan hampir 6 bulan ini bukan hari yang sedikit, banyak keluarga yang semakin terpuruk. Di kondisi yang seperti ini ada beberapa orang yang nekat untuk melakukan tindakan criminal demi menafkahi keluarganya.

Polisi menyebutkan tindak kejahatan meningkat sebanyak 10 persen ketika penerapan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19. Tindak kejahatan seperti pencurian, kasus narkoba, dan penipuan. Peningkatan jumlah kejahatan ini didasarkan data pembanding di bulan sebelumnya. 

Muncul anggapan, meningkatnya angka kejahatan karena dampak dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) selama PSBB. ‘’situasi serba darurat seperti sekarang ini telah menyebabkan banyak perubahan kehidupan. 

Orang yang tidak kuat untuk bertahan dengan cara cara yang halal akan melakukan jalan pintas yang bertentangan dengan hukum, ‘’ ucap pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad kepada VOC, Rabu,29 April.

Lalu Bagaimana Hukumnnya Mencuri Pada Saat Pandemi? Apakah Tetap Dihukum Atau Diberikan Keringanan Atau BahkanTidak Dihukum Sama Sekali?

Kisah pencuri pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Saat itu, beberapa pembantu Hatib bin bi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik pria asal Muzainah. Warga lantas membawa para pencuri itu kepada Khalifah Umar. Umar lantas mengetahui, mereka melakukan perbuatan buruk itu karena terpaksa. 

Umar lalu mengimbau Abdurrahman bin Hatib agar membayar dua kali lipat harga unta yang dimiliki orang Muzainah itu. Dengan demikian, status unta tadi menjadi halal yakni tidak lagi sebagai barang curian. Kebijakan Umar ini didasari nash Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 173. Seorang yang mencuri karena kelaparan yang menghantarkan pada darurat kematian, ia tidak berdosa dan tidak dihukum. 

Naming, nukan berarti seseorang bebas melakukan pencurian dengan dalih ini. Ini berlaku jika memang sudah tidak ada upaya lain untuk mengatasi rasa laparnya. Islam memberikan kemudahan kepada ummatnya apa bila dalam kondisi darurat seseorang bisa melanggar hukum syara. Namun perlu diperhatikan, tidak setiap kondisi darurat itu memperbolehkan.

Hal yang sejatinya telah haramkan. Ada syarat dan ketentuan darurat yang dimaksud dalam kaidah, yaitu antara lain:

Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksik kuat akan terjadi, tidak semata- mata praduga atau asumsi belaka.

Contohnya, seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak makan siang, ia akan mati karena alsan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka semata.

Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut.

Misalnya, seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar yang sangat memperhatinkan . di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama kambing kepunyaanya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka ia tidak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya dari si pengembala.

Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang lain.

Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan: memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaklah ia memilih memakan bangkai. Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap menggantinya.

Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekedar yang ia perlukan untuk menghilangkan mudarat.

Kondisi darurat tersebut bebar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota badannya.

Maka, data riset itu kita komparasikan dengan Kaidah Adh-Dharurat Tubihu Al- Mahzhurat. Dapat dianalisis bahwa kasus kejahatan pencurian di masa pandemi Covid-19 bukan termasuk keadaan yang darurat, karena syarat dikatakan keadaan yang darurat dalam Kaidah Adh-Dharurat Tubihu Al- Mahzhurat adalah Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksik kuat akan terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi belaka, dan Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut. Pemerintah telah memberikan Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat yang tedampak wabah Covid-19, jadi kondisi itu bukan termasuk darurat atau dibolehkan mencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun