Gelombang ketidakpuasan publik terkonfirmasi dalam survei yang dilakukan oleh Football Institute pada September 2025. Dari 1.200 responden suporter, sebanyak 46,8 persen menyatakan kecewa terhadap performa Timnas Indonesia dalam setahun terakhir. Hanya 18,5 persen responden yang menyatakan puas, sementara 25,7 persen menilai performa tim masih "biasa-biasa saja".
Lebih jauh, 36 persen responden menyebut kegagalan lolos ke semifinal Piala AFF 2024 sebagai pemicu utama kekecewaan. Sebagian lainnya menyoroti keputusan pelatih yang tidak memanggil sejumlah pemain senior dan lebih mengandalkan pemain muda U-22. Ada pula yang menilai Kluivert terlalu cepat merombak strategi tanpa memahami kekuatan dasar timnas.
"Suporter Indonesia bukan sekadar penggemar. Mereka adalah stakeholder emosional yang ikut memiliki tim ini," kata peneliti Football Institute, Ahmad Kurniawan. "Ketika ekspektasi tinggi tidak terpenuhi, wajar jika muncul gelombang kritik."
Ledakan Emosi di Tribun dan Media Sosial
Atmosfer kekecewaan suporter terlihat jelas di stadion. Dalam pertandingan terakhir di Stadion Utama Gelora Bung Karno, spanduk-spanduk protes membentang di tribun. Beberapa bertuliskan "Kami Butuh Konsistensi, Bukan Eksperimen" dan "Garuda Bukan Bahan Uji Coba." Sejumlah kelompok pendukung seperti Garuda Fans Club dan Ultras Merah Putih juga menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap federasi.
Di media sosial, tekanan bahkan lebih besar. Tagar #KluivertOut, #ErickEvaluasiTimnas, dan #GarudaDalamKrisis sempat menduduki trending topic di platform X (Twitter) selama beberapa hari berturut-turut. Banyak warganet menilai keputusan federasi mengganti pelatih justru membuat tim kehilangan identitas.
"Tim ini tidak punya arah. Dari era Shin Tae-yong yang disiplin dan realistis, sekarang berganti ke gaya menyerang yang belum cocok dengan karakter pemain lokal," tulis akun @GarudaMerah di media sosial. Komentar serupa juga datang dari mantan kiper timnas Andritany Ardhiyasa. "Kami dulu punya semangat juang tinggi. Sekarang sepertinya pemain lebih takut melakukan kesalahan daripada ingin menang," tulisnya.
Federasi dalam Tekanan Publik
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyadari meningkatnya tekanan publik. Dalam konferensi pers di Jakarta, ia menegaskan bahwa federasi tetap memberikan waktu bagi Patrick Kluivert untuk memperbaiki tim. "Kami sedang membangun pondasi jangka panjang. Butuh proses untuk menghasilkan tim yang solid dan berkarakter," ujar Erick.
Namun, ia juga mengakui bahwa federasi harus memperbaiki komunikasi publik agar suporter memahami arah pembangunan timnas. "Kritik dari suporter adalah energi positif, tapi kami juga perlu ruang untuk bekerja. Yang terpenting, semua pihak tetap mendukung Garuda," tambahnya.
Meski begitu, beberapa pengamat menilai bahwa federasi perlu bersikap lebih terbuka. "Suporter sekarang lebih cerdas dan ingin tahu alasan di balik setiap keputusan. Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik," kata akademisi olahraga dari Universitas Negeri Jakarta, Dr. Yuliani Rachma. Ia menilai, kekecewaan suporter bukan semata karena hasil, tetapi karena kurangnya kejelasan arah kebijakan federasi.