Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhenti Mengontrol, Mulai Hidup: Seni Melepaskan

23 Juli 2025   13:57 Diperbarui: 25 Juli 2025   10:05 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Carl-Jung-Swiss-psychiatrist-Burgholzli-Asylum-Zurich-1909. Sumber: britannica.com/biography/Carl-Jung

Pemikiran ini relevan sekali di era sekarang, ketika kita sibuk mengendalikan segalanya, tapi lupa mendengarkan suara dari dalam diri.

Carl-Jung-Swiss-psychiatrist-Burgholzli-Asylum-Zurich-1909. Sumber: britannica.com/biography/Carl-Jung
Carl-Jung-Swiss-psychiatrist-Burgholzli-Asylum-Zurich-1909. Sumber: britannica.com/biography/Carl-Jung

Budaya Kontrol --- Mengapa Kita Lelah?

Hidup di era modern sering terasa seperti ikut lomba yang aturannya berubah setiap menit. Kita dibombardir pesan motivasi:
"Jangan pernah menyerah!", "Kamu harus jadi versi terbaik dirimu!", "Goal setting adalah segalanya!"

Sekilas terdengar keren, tapi coba lihat sekeliling. Kita hidup di tengah budaya performa, di mana nilai diri seakan diukur dari seberapa sibuk jadwal kita dan seberapa banyak pencapaian yang kita pamerkan di media sosial. Akhirnya, kita lupa satu hal: hidup bukan project management system yang harus rapi sesuai timeline.

Di sinilah paradoks muncul. Kita kira semakin banyak kontrol, semakin tenang hidup kita. Faktanya? Semakin kita mengejar kontrol, semakin kita merasa cemas. Jung menyebutnya manifestasi neurotik---kondisi ketika ego memaksa dunia untuk tunduk pada kehendaknya, demi menghindari rasa takut akan ketidakpastian.

"Neurosis selalu muncul sebagai pengganti pengalaman yang asli." -- Carl Jung

Dengan kata lain, obsesi kita untuk mengatur segala hal sebenarnya hanya cara untuk menghindari sesuatu yang jauh lebih menakutkan: menghadapi diri sendiri.

Yang ironis, budaya ini diam-diam menciptakan mental load yang berat. Kita tak hanya merencanakan masa depan, tapi juga mengelola citra agar terlihat sukses, bahagia, dan "baik-baik saja" di mata orang lain. Akhirnya, kita hidup dalam kapsul kontrol, mengorbankan spontanitas demi stabilitas semu.

Hasilnya?

  • Pikiran jadi seperti browser dengan 50 tab terbuka.
  • Hati terasa penuh, tapi kosong di dalam.
  • Kita lupa bahwa yang kita sebut "hidup" kini hanyalah daftar tugas tanpa rasa.

Pertanyaannya, sampai kapan kita mau hidup dengan napas yang sesak ini?

Melepaskan Bukan Menyerah --- Paradoks yang Menyembuhkan

Kata "melepaskan" sering terdengar seperti sinyal kekalahan. Seolah kalau kita melepaskan, berarti kita malas, tidak ambisius, atau menyerah pada nasib. Padahal, Carl Jung justru menganggap melepaskan sebagai salah satu langkah paling berani dan sehat bagi jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun