Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akal Tajam, Hati Tumpul? Saatnya Kita Berdamai dengan Diri Sendiri

19 Mei 2025   05:56 Diperbarui: 19 Mei 2025   05:56 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Dunia Hanya Mengandalkan Otak

Pernahkah kamu merasa hidupmu begitu sibuk tapi hampa? Kalender penuh, target tercapai, tapi hati seperti tertinggal di belakang. Dalam dunia yang memuja efisiensi, produktivitas, dan logika, kita diajarkan sejak kecil untuk berpikir cepat, bertindak tepat, dan menyingkirkan rasa. Namun, siapa sangka bahwa dalam kejaran angka dan analisis, kita justru kehilangan arah?

Di kantor, kita didorong untuk berpikir strategis. Di rumah, kita dituntut untuk rasional. Tapi di antara logika dan realita, sering kali muncul ruang kosong yang tak mampu diisi oleh hitung-hitungan. Di situlah hati berbisik---lembut tapi dalam---menanyakan: apakah ini yang benar-benar kau mau?

Erich Fromm pernah bilang, orang zaman sekarang itu terlalu sibuk menjadi 'berfungsi', sampai lupa caranya menjadi manusia. Kita terus bekerja, tapi kehilangan rasa. Dalam tradisi tasawuf, hati atau qalb bukan sekadar organ, tapi tempat pantulan cahaya ilahi. Tapi pantulan itu hanya bisa terjadi jika cerminnya bersih. Debunya? Ego, dunia, dan logika yang tak terkendali.

Maka membangun harmoni antara otak dan hati bukan cuma idealisme spiritual. Ia adalah kebutuhan. Artikel ini akan mengajak kita menyelami keseimbangan antara akal dan rasa, agar hidup tak hanya berjalan, tapi juga bernyawa.

Otak -- Peta Rasional dalam Hutan Realitas

Bayangkan hidup sebagai hutan lebat penuh percabangan. Otak adalah peta yang membantu kita menentukan arah: kapan harus melangkah, berhenti, atau memutar balik. Ia memberi kemampuan berpikir kritis, menyusun rencana, dan bertahan dari ancaman.

Daniel Kahneman, pakar perilaku dan penerima Nobel, menyebut bahwa otak kita bekerja dalam dua mode: cepat dan otomatis, serta lambat dan penuh pertimbangan. Masalahnya, hidup modern membuat kita keburu lelah sebelum sempat menggunakan yang lambat. Kita disuruh cepat, tanggap, dan efisien. Tapi jarang diajak berhenti sejenak untuk merasakan.

Erich Fromm juga mengingatkan, ketika hidup hanya diukur dari 'apa yang kita punya', bukan 'apa yang kita rasakan', maka otak bisa jadi diktator. Kita jadi ahli strategi, tapi tak tahu apa sebenarnya yang membuat hidup layak dijalani.

Otak perlu diberi ruang untuk istirahat. Bukan dimatikan, tapi disandingkan. Ia perlu ditemani hati, agar tak jadi penguasa tunggal yang kaku. Karena jika otak adalah peta, hati adalah arahnya.

Hati -- Kompas Ilahi dalam Diri

Kalau otak adalah peta, maka hati adalah kompas. Ia mungkin tak menjelaskan seluruh rute secara detail, tapi ia menunjuk arah yang benar. Dalam tradisi Islam, qalb adalah pusat pengenalan Tuhan. Al-Ghazali menyebutnya sebagai wadah cahaya. Ibn Arabi bahkan menyebutnya sebagai "wadah paling agung" karena hanya hati yang mampu menerima tajalli Tuhan.

Hati itu bukan irasional. Justru ia mengandung kecerdasan yang melampaui logika. Ada penelitian dari HeartMath Institute yang menyebut bahwa hati (secara biologis) punya medan elektromagnetik yang lebih besar dari otak, dan bisa memengaruhi emosi serta keputusan kita. Artinya, intuisi itu nyata. Dan ia datang dari kedalaman batin yang jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun