Aku bersikeras tidak ingin menulismu, sebab kalimatku selalu tentang kehilangan sedangkan kau bahkan tidak pernah kumiliki.
Kau saban hari memaksa. Ingin hidup dalam aksara. Kupinta jemari mengukirmu. Lalu aku terjebak dalam kemelut. Bagaimana jika suatu hari kau menghilang?
Kemudian jadilah tulisan itu. Orang-orang telah membacanya. Kau teramat bangga. Begitupun aku, meski tetap saja ada setitik khawatir yang enggan hilang meski kubasuh dengan air mata.
Waktu berjalan dan kau kerap menertawakanku. Berkata bahwa aku melebih-lebihkan rasa takut. Katamu kau tidak pernah hilang dari sisiku.
Ternyata hanya aku yang mengerti khawatirku. Hanya aku yang paham rasanya hatiku. Mungkin kau memang tidak hilang, tapi sosokmu dalam hati ini perlahan terkikis.
Kekaguman-kekaguman yang ada menjelma sesuatu yang hambar.
Sebentar lagi kan kurayakan perginya hari-hari bodoh itu. Sebelum akhirnya menari menyanyikan lagu-lagu selamat menempuh hidup baru tanpa impian tentangmu lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI