"Siap dengerin Bunda, ya. Begini ceritanya,Â
Kerajaan Pelangi dirundung duka. Raja Awan sudah semakin tua dan sering sakit-sakitan, sementara itu permaisuri juga sudah mangkat tanpa meninggalkan seorang putra. Hanya ada Pangeran Angin, Pangeran Petir dan Putri Hujan, keponakan-keponakan baginda yang masih sangat belia. Mereka bertiga adalah putra-putri dari Pangeran Kilat dan Putri Mega. Pangeran Kilat adalah adik kandung Raja Awan yang gugur pada perang bintang membela Kerajaan Pelangi, sehingga Putri Mega beserta putra-putrinya kemudian menjadi tanggungan Raja Awan. Baginda sungguh bingung, harus mewariskan tahta kepada siapa. Maka dipanggillah penasehatnya yang bijaksana bernama Resi Semesta ke kamarnya.
"Ada titah apakah sehingga Paduka memanggil hamba?" tanya Resi Semesta penuh hormat.
"Aku bingung, Resi. Usiaku sudah tua, Putri Mega juga demikian. Kepada siapa tahta ini harus kuwariskan? Siapa yang lebih pantas m??enurutmu? Pangeran Angin, Pangeran Petir atau Putri Hujan?" tanya sang Raja.
"Bagaimana bila kita adakan ujian untuk mereka bertiga, Paduka?" usul Resi Semesta.
"Ujian ? Ujian yang bagaimana menurutmu?"
"Bukankah tongkat pusaka kerajaan berada dalam menara Langit? Bukankah tongkat tersebut hanya bisa diambil setelah melewati tiga pintu? Pintu merah, pintu kuning dan pintu biru? Bukankah pintu-pintu itu hanya bisa dibuka dengan kunci keberanian, kejujuran dan kesetiakawanan?" tanya sang Resi lagi.
"Kau benar. Jadi, mereka harus mencari kunci-kunci itu dan memasangkannya di setiap pintu lalu membawakan tongkat pusaka itu kepadaku?"
"Benar sekali, Baginda. Hanya yang bisa membawakan tongkat pusaka untuk Bagindalah, yang layak mewarisi kerajaan Baginda. Adil, bukan?"
"Ya, cukup adil kurasa. Usia mereka kurasa juga sudah cukup dewasa untuk berusaha mendapatkannya. Sekarang, tolong panggil mereka kemari."
Tak lama kemudian, mereka bertiga pun dihadirkan di hadapan Raja Awan.