Kabupaten Lumajang, yang terletak di kaki Gunung Semeru, sering dikenal dengan sebutan kota pisang. Tidak hanya karena buah pisang agung yang jadi ikon daerah, tetapi juga karena Lumajang memang dianugerahi lahan pertanian yang subur. Padi, jagung, kopi, hingga tebu tumbuh dengan baik di sini. Selain sektor pertanian, geliat usaha kecil menengah juga cukup menonjol—mulai dari batik, anyaman bambu, hingga kuliner khas.
Namun, potensi besar itu belum tentu otomatis membawa kesejahteraan. Banyak petani dan pelaku UMKM di Lumajang masih kesulitan mengakses modal, terjebak dalam permainan tengkulak, atau tidak punya jaringan pemasaran yang kuat. Inilah yang kemudian melahirkan gagasan tentang Koperasi Merah Putih (KMP), sebuah program yang digagas pemerintah untuk memperkuat ekonomi berbasis rakyat di tingkat akar rumput.
Koperasi: Dari Ide Lama ke Semangat Baru
Koperasi sejatinya bukan hal baru di Indonesia. Sejak era Bung Hatta, koperasi dipandang sebagai soko guru perekonomian. Namun dalam perjalanannya, banyak koperasi yang tumbuh sebentar lalu mati, bahkan ada yang jadi kedok bisnis segelintir orang. Akibatnya, sebagian masyarakat kadung skeptis.
Kehadiran KMP di Lumajang mencoba mengembalikan semangat asli koperasi: gotong royong, transparansi, dan manfaat nyata untuk anggota. Bedanya, KMP hadir dengan dukungan langsung dari pemerintah, berbadan hukum, dan diarahkan agar bisa menyesuaikan diri dengan era digital.
Di desa-desa Lumajang, koperasi ini diharapkan menjadi wadah bersama bagi petani, nelayan, hingga pelaku usaha kecil untuk mengatur permodalan, membeli kebutuhan pokok lebih murah, serta memasarkan produk secara kolektif. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, tapi berdaya melalui kekuatan bersama.
Mengapa Penting untuk Lumajang?
Jika menilik struktur ekonomi Lumajang, sektor pertanian masih menjadi tulang punggung. Tetapi, petani sering menghadapi masalah klasik: harga panen yang rendah, biaya produksi tinggi, dan keterbatasan akses pasar.
Bayangkan seorang petani pisang agung. Ketika musim panen raya, harga pisang bisa anjlok karena pasokan melimpah. Jika dijual ke tengkulak, petani hanya menerima keuntungan tipis. Namun, jika hasil panen itu dikumpulkan melalui koperasi, diproses menjadi olahan (keripik, sale, bahkan produk siap ekspor), kemudian dipasarkan bersama, nilai tambahnya akan jauh lebih tinggi.
Begitu juga dengan UMKM. Banyak pengrajin di Lumajang yang punya produk berkualitas, tapi bingung memasarkan. KMP bisa membantu menghubungkan mereka dengan toko modern, platform e-commerce, hingga pameran nasional. Dengan kata lain, koperasi menjadi jembatan antara potensi lokal dan pasar yang lebih luas.
Tata Kelola: Kunci Hidup-Matinya Koperasi
Tidak bisa dipungkiri, tantangan terbesar koperasi adalah soal tata kelola. Banyak koperasi yang gagal karena manajemen keuangan tidak rapi, laporan tidak transparan, hingga munculnya konflik kepentingan antar pengurus.
Oleh karena itu, di Lumajang, tata kelola KMP harus benar-benar diperhatikan. Beberapa prinsip penting antara lain:
Transparansi dan akuntabilitas
Semua transaksi harus terbuka. Anggota berhak tahu kondisi keuangan koperasi. Dengan sistem pencatatan digital sederhana, laporan bisa diakses siapa saja.Partisipasi aktif anggota
Koperasi bukan milik pengurus, melainkan milik bersama. Musyawarah rutin harus digelar agar keputusan tidak hanya ditentukan segelintir orang.Penguatan kapasitas SDM
Banyak pengurus koperasi berasal dari kalangan masyarakat desa yang belum terbiasa dengan manajemen modern. Pelatihan dan pendampingan mutlak diperlukan.Pemanfaatan teknologi
Era digital membuka peluang besar. Dengan aplikasi pencatatan, koperasi bisa lebih efisien dan terpercaya. Bahkan, produk lokal bisa dipasarkan lewat marketplace daring.Kemitraan strategis
KMP di Lumajang bisa bekerja sama dengan BUMDes, Bulog, atau e-commerce untuk memperkuat usaha. Kolaborasi inilah yang membuat koperasi tidak berjalan sendiri.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Meski gagasan KMP terdengar menjanjikan, realitas di lapangan tentu tidak semulus itu. Ada beberapa kendala yang kerap muncul:
Modal yang masih terbatas. Banyak koperasi hanya mengandalkan iuran anggota yang kecil. Tanpa tambahan modal dari pemerintah atau mitra, koperasi sulit berkembang.
Keterbatasan SDM. Tidak semua pengurus punya keahlian manajerial. Akibatnya, administrasi bisa berantakan.
Kepercayaan masyarakat. Ada trauma dari pengalaman masa lalu ketika koperasi bubar atau dana hilang. Membangun kembali kepercayaan butuh waktu dan bukti nyata.
Persaingan pasar. Kehadiran toko modern atau distributor besar bisa menggerus daya saing koperasi jika tidak punya strategi yang kuat.
Namun, tantangan tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan komitmen bersama. Justru, ketika koperasi mampu menjawab masalah itu, posisinya sebagai pilar ekonomi rakyat akan semakin kokoh.
Strategi Agar KMP Tumbuh di Lumajang
Untuk memastikan koperasi bisa berumur panjang, ada beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh:
Pendampingan berkelanjutan. Pemerintah daerah perlu turun tangan memberi pelatihan rutin bagi pengurus koperasi.
Dukungan permodalan. Stimulan modal dari Pemkab bisa menjadi pemicu agar koperasi bisa memutar usaha lebih besar.
Digitalisasi. Dengan aplikasi akuntansi sederhana, koperasi bisa lebih transparan. Produk lokal pun bisa dipasarkan lewat platform digital.
Penguatan jejaring. KMP perlu menggandeng berbagai mitra, mulai dari lembaga keuangan, perusahaan swasta, hingga marketplace online.
Membangun kepercayaan. Kejujuran pengurus dan manfaat nyata yang dirasakan anggota adalah kunci agar warga percaya.
Penutup: Dari Lumajang untuk Indonesia
Koperasi Merah Putih di Lumajang bukan sekadar program pemerintah, melainkan sebuah gerakan yang bisa menjadi tonggak baru ekonomi rakyat. Di tengah gempuran pasar modern dan sistem kapitalis, koperasi hadir sebagai ruang alternatif: tempat warga bisa saling menopang, berbagi risiko, dan menikmati hasil secara adil.
Kalau tata kelolanya benar, koperasi tidak hanya bisa menyelamatkan petani dari tengkulak atau UMKM dari keterbatasan pasar, tetapi juga melahirkan kemandirian ekonomi di tingkat desa. Dari Lumajang, api semangat gotong royong itu bisa menyala, dan siapa tahu menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
Pada akhirnya, koperasi bukan hanya tentang bisnis, melainkan tentang solidaritas. Ia adalah jalan agar masyarakat desa tidak berjalan sendiri, tapi maju bersama. Dan jika KMP di Lumajang berhasil, maka benar-benar terbukti bahwa kesejahteraan rakyat bisa lahir dari tangan rakyat itu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI