Mohon tunggu...
Fatkhul Manan
Fatkhul Manan Mohon Tunggu... Entrepreneur | Lecturer | Government Affair

Et ipsa scientia potestas est- Pengetahuan adalah kekuatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunikasi Massa dalam Cengkraman Echo Chamber: Informasi Objektif Tak Lagi Diminati?

22 Juli 2025   17:13 Diperbarui: 22 Juli 2025   17:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: internetmatters.org.)

Oleh: Fatkhul Manan

Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta

Echo chamber, atau yang dikenal sebagai ruang gema, adalah sebuah kondisi ketika individu hanya menerima informasi, opini, dan sudut pandang yang sejalan dengan keyakinan atau pandangan pribadinya. Fenomena ini menciptakan lingkungan komunikasi yang tertutup, di mana informasi yang berbeda atau bertentangan cenderung diabaikan, disaring, atau bahkan ditolak. Akibatnya, pandangan yang sudah dimiliki menjadi semakin menguat, sementara keterbukaan terhadap perspektif lain menjadi sangat terbatas.

Fenomena echo chamber kini menjadi tantangan serius dalam dunia komunikasi massa modern. Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat semakin cenderung mengonsumsi berita atau konten yang hanya menguatkan pandangan dan kepercayaan yang sudah mereka miliki. Ruang gema ini menciptakan lingkaran komunikasi tertutup yang memperkuat bias dan mengabaikan sudut pandang yang berbeda. Dalam konteks ini, media massa yang sebelumnya diharapkan sebagai pilar penyaji informasi netral kini menghadapi krisis kepercayaan dan minat publik.

Komunikasi massa yang idealnya bersifat informatif, edukatif, dan objektif, justru harus bersaing dengan konten-konten bias yang viral dan mudah dikonsumsi dalam lingkungan digital. Dalam ruang digital yang dikendalikan algoritma, audiens dimanjakan dengan konten yang sesuai dengan preferensi mereka. Alhasil, berita yang netral dan berimbang sering kali dianggap membosankan, bahkan dianggap tidak relevan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah masyarakat masih tertarik pada informasi yang objektif?

Menurut perspektif teori selective exposure, individu cenderung mencari informasi yang sesuai dengan nilai dan pandangan mereka, dan menghindari informasi yang bertentangan. Echo chamber memperkuat mekanisme ini melalui algoritma platform media sosial, yang menyajikan konten berbasis histori interaksi pengguna. Hal ini menyebabkan polarisasi opini, karena audiens hanya terpapar pada narasi tunggal. Media massa yang berusaha menyajikan informasi secara netral menjadi kehilangan daya tarik di tengah derasnya informasi yang sudah "difilter" oleh bias algoritmik.

Kondisi ini berdampak langsung terhadap agenda setting media. Jika dulu media arus utama memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik melalui penyajian isu-isu penting, kini kekuatan itu mulai bergeser ke tangan algoritma dan logika klikbait. Media pun ikut terdorong untuk menyesuaikan diri, memuat judul yang sensasional, memperkuat narasi tertentu, dan mengemas berita agar sesuai dengan kelompok audiens tertentu, bahkan jika itu berarti kehilangan netralitas.

Echo chamber mempersempit ruang deliberasi publik. Komunikasi massa sebagai instrumen demokrasi kini tak lagi sepenuhnya berfungsi sebagai jembatan antar-golongan masyarakat. Sebaliknya, ia menjadi refleksi dari segmentasi sosial-politik yang makin tajam. Ketika publik hanya ingin mendengar apa yang ingin mereka dengar, media massa kehilangan fungsinya sebagai penengah atau penyaji perspektif yang berimbang.

Dampak lainnya adalah menurunnya kepercayaan terhadap jurnalisme profesional. Banyak masyarakat mulai memandang media netral sebagai tidak berpihak, bahkan mencurigakan, terutama jika narasi yang dibawa tidak sesuai dengan identitas kelompoknya. Dalam suasana ini, media alternatif atau akun-akun media sosial dengan ideologi tertentu lebih dipercaya karena menyajikan "kebenaran" yang cocok dengan persepsi mereka. Ini menjadi sinyal bahaya bagi keberlangsungan demokrasi informasi.

Namun, tidak semua pihak menyerah pada dominasi echo chamber. Beberapa organisasi media dan lembaga pendidikan berupaya meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat. Literasi ini mengajarkan cara mengidentifikasi bias, memahami konteks pemberitaan, serta mendorong pembaca untuk membuka diri terhadap perbedaan pendapat. Upaya ini menjadi penting untuk menumbuhkan kembali apresiasi terhadap informasi yang disajikan secara faktual dan berimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun