Dakwah, sebagai pilar utama Islam, adalah seruan dan ajakan kepada manusia menuju kebaikan (amar ma’ruf nahi munkar) berdasarkan nilai-nilai ilahiah. Dalam menghadapi dinamika zaman modern, aktivitas dakwah tidak cukup hanya dipahami secara praktis. Di sinilah Filsafat Dakwah memainkan peran krusial sebagai landasan berpikir yang kritis, rasional, dan komprehensif. Filsafat dakwah bertugas menelaah hakikat (ontologis), sumber dan metode (epistemologis), serta nilai dan tujuan (aksiologis) dari dakwah itu sendiri. Dengan demikian, dakwah dapat dirumuskan secara mendasar: mengapa, bagaimana, dan untuk apa dakwah itu ditujukan, sehingga strateginya menjadi lebih kontekstual dengan realitas sosial, budaya, dan teknologi saat ini. Â
Makalah ini secara spesifik menyoroti kekayaan strategi dakwah pada era tradisional, terutama yang dipelopori oleh Wali Songo. Istilah Wali Songo sendiri berarti sembilan orang yang dicintai atau mencintai Allah SWT dan memiliki kedekatan dengan-Nya.Â
Â
Strategi utama Wali Songo adalah pendekatan kebudayaan dan kesenian. Mereka menerapkan dakwah persuasif yang berorientasi pada penanaman ajaran Islam sambil menyesuaikan kondisi masyarakat yang masih menganut kepercayaan lama. Contoh nyata dari strategi luwes ini terlihat pada Sunan Kalijaga. Beliau merebut simpati masyarakat terlebih dahulu, misalnya dengan mengenakan pakaian adat (bukan jubah) agar tidak menimbulkan rasa takut, dan baru kemudian menasihati mereka untuk meninggalkan adat yang bertentangan dengan Islam. Â
Media dakwah tradisional yang sukses digunakan Sunan Kalijaga antara lain: Â
• Wayang: Pertunjukan wayang diselipkan ajaran Islam, bahkan masyarakat cukup membaca dua kalimat syahadat sebagai bayaran untuk menontonnya. Â
• Gamelan: Digunakan untuk mengundang masyarakat ke masjid, serta menjadi bagian dari acara Grebeg dan Sekaten. Â
• Tembang: Lagu-lagu Jawa seperti "Gundul Pacul" diubah untuk memuat nasihat kehidupan dan ajaran Islam, termasuk perintah salat.
• Grebeg dan Sekaten: Acara kesenian yang bernuansa Islami, di mana pengunjung diwajibkan mengucapkan syahadat sebelum masuk.Â
Â
Intisari dari dakwah era tradisional adalah kelembutan dan kebudayaan untuk mengikat hati masyarakat tanpa menghilangkan unsur budaya setempat, terutama di masyarakat Jawa yang masih "awam" saat itu.
Saat ini, tantangan dakwah semakin kompleks, baik secara internal maupun eksternal. Kemajuan teknologi informasi (televisi, VCD, Internet) menyokong munculnya kerawanan moral dan etika, seperti perjudian, kriminal, dan pendangkalan budaya moral. Kemaksiatan ini tidak lagi terbatas antara kota dan desa, mengancam kemuliaan Islam dan masa depan generasi muda. Â
Menanggapi problematika ini, Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA. menawarkan lima "Pekerjaan Rumah" (PR) agar dakwah tetap relevan dan produktif di era informasi: Â
1. Pengkaderan yang serius: Memproduksi juru dakwah yang tidak hanya menguasai ilmu tabligh, tetapi juga ilmu teknologi informasi mutakhir. Â
2. Membangun Laboratorium Dakwah (Labda): Untuk mengetahui masalah riil di lapangan dan merumuskan solusi yang jelas. Â
3. Memperluas Metode Dakwah: Tidak terbatas pada dakwah bil-lisan (lisan) tetapi juga bil-hal (perbuatan), bil-kitaabah (tulisan), bil-hikmah (politik), dan bil-iqtishadiyah (ekonomi). Â
4. Menguasai Media Massa: Umat Islam perlu memiliki media elektronik sebagai sarana dakwah agar udara Indonesia tidak didominasi pesan agama lain. Â
5. Merebut Remaja Indonesia: Menyelamatkan anak-anak dan remaja dari pengikisan akidah akibat 'invasi' nilai non-Islami, sebagai tugas jangka panjang.
Teknologi digital menawarkan peluang besar sekaligus tantangan bagi dakwah, mengingat pesatnya pertumbuhan pengguna teknologi, terutama kalangan muda (16-25 tahun). Media sosial kini menjadi wadah utama penyampaian pesan. Â
Seorang dai didorong untuk memanfaatkan media digital seperti aplikasi web, blog, Facebook, dan YouTube untuk menyebarkan pesan dakwah. YouTube, misalnya, sangat efisien karena kemudahan akses dan operasionalnya membantu dai mengembangkan pesan dakwah yang telah dikonsepkan. Â
Keberhasilan dakwah digital sangat bergantung pada penyampaian pesan yang menarik, edukatif, dan mampu memberikan effect positif berupa perubahan perilaku. Oleh karena itu, lembaga dakwah harus merapatkan barisan, memadukan program dakwah, dan membuat sistem yang metodologis, konsepsional, serta pragmatis. Komunikator dakwah harus menguasai teknologi informasi agar dapat menjangkau masyarakat yang belum tersentuh sarana digital.
KOMENTAR PRIBADI