Tindakan Ari adalah bentuk resistensi simbolik. Ia menyusun kembali cerita tentang kerusakan melalui benda-benda yang ditinggalkan alam.
Perlawanan Sunyi dan Ritual Pengorbanan
Puncak cerita hadir saat Ari Lamo naik ke bukit dan melakukan semacam ritual:
"Ia menanam dayung ayahnya dan sehelai kain warisan ibunya... Darah meresap ke tanah."
Dalam tradisi hermeneutik, tindakan seperti ini bisa dibaca sebagai ritual pemurnian mengikat ulang hubungan antara manusia, leluhur, dan bumi. Simbol darah bukan kekerasan semata, melainkan bentuk ikrar dan pengorbanan spiritual.
Hiu Berjalan sebagai Simbol Pemulihan
Pada akhir cerita, muncul makhluk yang disebut "hiu berjalan". Ini bukan sekadar hewan, melainkan penjelmaan nilai-nilai yang telah hilang.
"Di mana mereka lewat, lamun-lamun tumbuh. Di mana mereka berputar, karang-karang beranak pinak."
Dalam hermeneutika, simbol ini bisa dibaca sebagai harapan ekologis dan spiritual. Bahwa meski manusia merusak, alam tak sepenuhnya mati. Ia hanya menunggu manusia untuk kembali mendengar.
Cerpen "Hiu Berjalan di Teluk Ama" adalah panggilan untuk kembali mengingat. Bukan hanya tentang laut, tapi tentang diri kita yang tercerabut dari akar spiritual dan ekologis. Dengan membaca cerpen ini dengan menggunakan pendekatan hermeneutik, kita tak hanya memahami cerita, tapi juga diajak berdialog dengan nilai-nilai dalamnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI