Tak hanya dikenal sebagai penghasil kopi dari dataran tingginya, Bondowoso juga menyimpan kekayaan budaya yang unik dan penuh makna. Salah satunya yaitu Tari Petik Kopi. Sebuah tarian tradisional yang mencerminkan aktivitas keseharian masyarakat agraris, dibalut dengan gerakan penuh filosofi dan nilai kebersamaan.
Di sebuah sudut kota, berdiri Sanggar Pensi yang sejak tahun 2005 didirikan oleh Badi Subadi. Sejak didirikan sanggar ini telah menjadi ruang tumbuh bagi generasi muda yang ingin mengenal dan mencintai budaya daerah. Lebih dari sekedar tempat berlatih, sanggar pensi adalah penjaga ingatan kolektif atas tradisi-tradisi lokal yang nyaris terlupakan.
Saat kelompok kami berdiskusi, kami menyadari bahwa sebagian besar dari kelompok lain lebih banyak mengambil tema terkait kesehatan, kemudian peternakan dan tema-tema umum lainnya di proyek mata kuliah PKN ini. Belum ada kelompok yang membahas dan benar benar mendalami terkait kesenian dan budaya lokal terutama yang berasal dari Bondowoso. Dari situlah ketertarikan kami muncul, kami ingin membawakan cerita yang berbeda yang bisa mencerminkan kekayaan tradisi daerah lewat tarian khas kota Bondowoso yaitu Tari Petik Kopi.
Beruntung kami mendapat kesempatan untuk mewawancarai langsung Pak Badi, pendiri Sanggar Pensi. Melalui pertemuan tersebut, kami menelusuri bagaimana Tari Petik Kopi lahir, bertumbuh, dan bertahan sebagai bagian penting dari identitas budaya Bondowoso.
Bondowoso bukan hanya terkenal dengan keindahan alam dan hasil buminya, tetapi juga dengan kekayaan budayanya yang terus hidup dari generasi ke generasi. Salah satunya yang paling ikonik adalah kopi Arabika dari kawasan Ijen Raung. Tanaman kopi ini bukan sekedar komoditas, tetapi telah menjadi bagian dari identitas masyarakat Bondowoso sejak masa kolonial Hindia Belanda. Kawasan seperti Blawan, Kalisat Jampit, Kalimas, hingga Pancur Anggrek menjadi pusat-pusat perkebunan besar yang turut membentuk peradaban kota ini.
Masuknya para pekerja dari Madura, Jember, Banyuwangi, hingga daerah lokal lainnya membawa serta budaya masing-masing. Akulturasi ini melahirkan warisan budaya khas yang dikenal sebagai budaya Pandhalungan, yang sampai sekarang masih hidup dalam bentuk kesenian dan tradisi lokal.
Dalam konteks ini, kopi tidak hanya menjadi produk pertanian, tetapi juga simbol peradaban dan identitas kultural. Setiap musim panen kopi selalu dirayakan dengan rasa syukur dan kebersamaan.Tradisi ini menjadi inspirasi munculnya Tari Petik Kopi. Sebuah karya seni yang menangkap semangat dan kearifan lokal masyarakat Ijen Raung.
Dalam wawancara Pak Badi menceritakan bahwa Sanggar Pensi berdiri sejak tahun 2005, dan mulai memiliki nomor induk resmi pada 30 Juli 2007, lalu dua tahun kemudian dilengkapi dengan akta notaris sebagai sanggar legal.
Namun lebih dari sekedar administrasi, lahirnya Sanggar Pensi berangkat dari keprihatinan sosial yang dalam. Di tengah situasi sosial Bondowoso kala itu, banyak anak-anak muda yang hidup di jalanan tanpa arah dan tujuan sebagai pengemis, pemulung, atau pengamen (yang oleh Pak Badi disebut sebagai 3P). Dari situlah Pak Badi tergerak untuk merangkul mereka, memberi ruang yang tidak hanya mengajarkan seni, tetapi juga membentuk karakter manusia. Prinsipnya sederhana namun kuat, sekecil apapun yang dilakukan, harus diberi penghargaan (reward).
Pak Badi ingin anak-anak itu merasa layak, merasa pantas, dan bisa mandiri tanpa harus meninggalkan identitas mereka atau kehilangan arah hidup. Maka berdirilah Sanggar Pensi sebagai sebuah rumah kedua bagi mereka. Hebatnya lagi semua properti tari, kostum, hingga perlengkapan pertunjukan dibuat sendiri oleh anak-anak tersebut, hasil dari kreativitas dan kerja kolektif mereka.
Tari Petik Kopi sendiri mulai digagas pada tahun yang sama yaitu 2005, oleh Pak Badi yang merasa bahwa Bondowoso belum memiliki tarian ikonik yang benar-benar mencerminkan identitas daerahnya. Pak Badi berkata “kok Bondowoso belum punya tarian yang benar-benar khas yaa?”. Maka selama 6 bulan penuh, beliau melakukan penelitian lapangan di daerah Sempol, kawasan atas menuju Kawah Ijen, sebuah wilayah yang terkenal sebagai pusat perkebunan kopi Arabika.
Di sana beliau mengamati proses kopi dari awal. Mulai dari proses penanaman, kemudian merawat tanaman kopi hingga memanen dan tak lupa untuk mencatat ritual syukur atau pesta kopi yang biasa diadakan masyarakat. Dari situlah, tari petik kopi dikemas sebagai sebuah karya padat berdurasi 6 menit, namun sarat makna dan penggambaran proses yang panjang dan bernilai.
Tari ini bukan sekedar mementaskan aktivitas petani. Ia adalah representasi budaya Pandhalungan, yaitu akulturasi dari tiga etnis utama yaitu Jawa, Madura, dan Osing (Banyuwangi). Uniknya pengaruh ketiga etnis ini tidak hanya tampak dalam gerakan tari, tetapi juga dalam bahasa lirik, busana, dan nuansa iringan musik.
Setiap gerakan memiliki makna simbolis yang menggambarkan aktivitas bertani dengan penuh syukur dan kebersamaan. Gerakan tangan yang lembut namun tegas, langkah kaki yang mantap, serta iringan gamelan laras slendro yang berpadu dengan tong-tong Madura, semuanya menciptakan suasana yang sekaligus sakral dan menghibur. (https://youtu.be/FMudb1rc7d8?si=0rP5yeqBqEp0AM5J).
Busana tari mengusung motif Madura dan Banyuwangi, seperti kain panjang bermotif khas, kebaya, serta sanggul sederhana, ditambah aksesoris daun kopi sebagai penanda utama. Sementara iringan musiknya merupakan perpaduan antara gamelan Jawa dan tong-tong Madura, dilengkapi dengan lirik tembang dalam tiga bahasa Jawa, Madura, dan Osing yang menyuarakan kerja keras dan harapan para petani.
Tari Petik Kopi bukan hanya pertunjukan seni, Ia adalah cerminan kehidupan, perjuangan dan cinta terhadap budaya lokal. Lewat tangan seorang seniman dan pendidik seperti Pak Badi, serta semangat anak-anak yang bangkit lewat seni, budaya Bondowoso tetap hidup dan menari.
Kami merasa beruntung bisa melihat lebih dekat, mendengar langsung, dan menyuarakan kisah yang mungkin selama ini luput dari perhatian banyak orang. Semoga melalui tulisan ini, semakin banyak orang yang sadar bahwa budaya adalah akar dan tarian seperti Tari Petik Kopi adalah salah satu cara untuk terus tumbuh dan berakar kuat di tanahnya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI