Aduhku masih tersisa  di deru kabut sutra biru
Tapi aku takhendak memelukmu lagi
Sebab angin sepoi membawa gerimis pelan
Nyanyikan cinta yang lembut
Bahkan gemulai bagai belalang yang pamerkan
liuk lebainya.Â
Aku masih ingat benar bagaimana kita dulu menanya pada serangga hijau di pinggir lapangan, "hai belalang, bagaimana cara Janoko tidur?"
Dan kita terbahak riuh berlima kawan kecil kita.
Meski begitu, hati kita seperti sudah bicara dan sepakat bahwa kamu  menyayangi aku sangat dan begitu pula aku.
Aneh memang, tanpa kata saja rasa di dada sudah begitu buncah. Hanya kilat mata se-Tuing.Â
Benar, hanya se-Tuing dan tak pernah berpandang lama. Dan takkan pernah. Mana mungkin kami lakukan itu. Mata kami adalah lokal.yang Arifnya bukan rekayasa