Mohon tunggu...
Fatimah Azzahra
Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Bimbingan Belajar (Bimbel) di Masa Pandemi Covid-19 (Studi terhadap Kurikulum Pendidikan Non-Formal)

1 Juli 2021   16:46 Diperbarui: 1 Juli 2021   17:00 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan pendidikan terus bertambah dan mengalami perkembangan. Pendidikan formal yang diadakan sekolah-sekolah masih kurang cukup memenuhi kebutuhan, untuk itu hadir beragam jenis pendidikan non formal. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1, Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Salah satu pendidikan nonformal yang banyak diminati ialah lembaga bimbingan belajar (bimbel), bimbel sudah hampir menjadi kebutuhan pokok peserta didik disetiap jenjang pendidikan.

Jika diibaratkan dengan makanan, pendidikan formal (sekolah) itu seperti nasi atau makanan pokok lalu pendidikan non-formal (bimbel) seperti lauk pauk atau bahan pelengkap yang harus ada. Namun ketika masa pandemi covid 19 seperti yang saat ini kita jalani, apakah kebutuhan masyarakat akan lembaga bimbingan belajar masih diperlukan? Bagaimana bimbingan belajar bisa tetap eksis dan bertahan dimasa pandemi covid 19?.

Virus Corona yang sudah satu tahun lebih menjangkit penduduk Indonesia maupun dunia telah mengakibatkan banyak perubahan pada setiap elemen dan struktur di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, perubahan yang tentunya harus dilakukan ialah sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi tatap laptop atau online. Bukan hanya sekolah yang terpaksa melakukan perubahan tersebut, tetapi juga pendidikan non-formal seperti bimbingan belajar harus melakukan hal ini. Berbeda dengan pendidikan formal yang segala sesuatunya sudah diatur oleh pemerintahan maupun pihak sekolah, pendidikan non-formal hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat sehingga kurikulumnya menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Namun pendidikan formal maupun pendidikan non-formal masih memiliki kesamaan yaitu terkait pengorganisasian dan sistematisasi kegiatan pendidikan (Haerullah, 2020: 194). Untuk lebih jelasnya, menurut Sulfemi (2018: 4) pendidikan non-formal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Pendidikan berlangsung dalam lingkungan masyarakat
  2. Guru adalah fasilitator yang diperlukan.
  3. Tidak adanya pembatasan usia.
  4. Materi pelajaran praktis disesuaikan dengan kebutuhan pragmatis.
  5. Waktu pendidikan singkat dan padat materi.
  6. Memiliki manajemen yang terpadu dan terarah.
  7. Pembelajaran bertujuan membekali peserta dengan keterampilan khusus untuk persiapan diri dalam dunia kerja.

Menurut Faizah (dalam Gideon, 2018: 170) bimbingan belajar adalah proses pemberian bantuan dari pengajar kepada siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa di sekolah, sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan. Bimbingan belajar hadir untuk membantu siswa yang kesulitan menghadapi pelajaran di sekolah. Kurikulum pada sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan peserta didik untuk menguasai lebih dari 10 mata pelajaran. Banyaknya mata pelajaran yang diberikan juga tidak membuat peserta didik menjadi intelektual yang kritis melainkan hanya sebagai produk berkualitas untuk pasar kerja. Menurut Giroux (dalam Hidayat, 2011: 180) institusi pendidikan berubah orientasinya dari yang penyelenggara pendidikan publik menjadi penyedia birokrat elit masyarakat dan pendukung kaptalisme modern melalui pasar kerja. Berdasarkan pendekatan sosiologi (Hidayanto dkk, 2020: 50) pendidikan memliki tanggung jawab sebagai berikut :

  1. Menganalisis tentang latar belakang warisan kebudayaan masyarakat, untuk menetapkan nlai-nilai yang baik dan disepakati masyarakat bagi individu maupun bagi masyarakat.
  2. Memperhitungkan perubahan sosial, agar dapat menentukan sifat serta arah adaptasi menghadapi perkembangan baru yang sedang terjadi.
  3. Mengajarkan generasi muda untuk menghargai dan mempercayai aspek-aspek umum dari struktur masyarakat.
  4. Mengemban pribadi setiap individu dalam lingkungan sosial.

Dalam membantu tanggung jawab tersebut, bimbingan belajar juga mempunyai fungsi. Menurut Suherman (dalam Gideon, 2018: 171) menyatakan bahwa fungsi bimbingan belajar adalah :

  1. Fungsi pencegahan (preventive function), yaitu bimbingan belajar berupaya untuk mencegah atau mereduksi kemungkinan timbulnya masalah-masalah belajar dalam pendidikan formal di sekolah
  2. Fungsi penyaluran (distributive function) yang berarti menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya
  3. Fungsi penyesuaian (adjustive function) yaitu membantu siswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
  4. Fungsi perbaikan (remedial function) melalui pengajaran remedial dengan mengulas kembali pelajaran dari sekolah sehingga siswa menjadi lebih paham
  5. Fungsi pemeliharaan (maintenance and development function) di mana hasil belajar siswa yang dipandang positif harus tetap dipertahankan, atau bahkan harus ditingkatkan agar tidak mengalami kesulitan lagi.

Bimbel juga terbagi menjadi beberapa jenis yaitu ada bimbel supercamp, bimbel konvensional dan bimbel online (Gideon, 2018: 176). Bimbel konvensional dan supercamp sebenarnya hampir mirip karena diadakan secara tatap muka langsung, hanya saja supercamp mengharuskan siswanya untuk menginap, berada ditempat yang sama dan relatif lebih singkat. Bimbel konvensional sudah eksis terlebih dahulu untuk memfasilitasi siswa yang merasa kesulitan dalam memahami materi di sekolah. Namun ketika masa pandemi covid 19 seperti ini, bimbel online menjadi opsi paling cocok dan paling diminati.

Mengutip berita dari AntaraNews.com, pengguna layanan bimbel online meningkat hingga lebih dari 100%. Salah satu platform bimbel online yaitu Kelas Pintar mendapat kenaikan mencapai 500% ketika masa pandemi covid 19. Lalu mengutip berita dari website katadata.co.id, berdasarkan riset dari Google, Temasek, dan Bain and Company aplikasi pendidikan di Asia Tenggara diunduh 20 juta kali sepanjang Januari-Agustus 2020. Jumlah ini naik tiga kali lipat dibanding pada periode tahun sebelumnya. Ruangguru mengalami lonjakan pengguna sebesar 46% pada tahun 2020, lalu pengguna aplikasi Quipper School meningkat 30 kali lipat selama pandemi, jumlah pengguna platform Zenius Education juga tumbuh 10 kali lipat selama periode Maret sampai Desember.

Lalu keadaan berbanding terbalik dengan bimbel konvensional di masa pandemi covid 19 ini, banyak bimbel konvensional yang terancam harus gulung tikar karena pembatasan sosial. Mengutip berita dari website Halosemarang.id, rata-rata aktivitas bimbel saat ini berhenti total, ratusan bahkan ribuan tenaga pengajar terpaksa dirumahkan. Menurut asumsi pemilik bimbingan belajar AIOPrivat Semarang (Miftahul Arief), kondisi tersebut merupakan dampak pandemi corona, factor penyebab lainnya yaitu karena kebijakan sekolah diliburkan, dihapusnya ujian nasional, turunnya daya beli masyarakat dan adanya layanan bimbel online gratis.

Berdasarkan data dari beberapa website berita yang sudah dipaparkan, kita dapat menyimpulkan bahwa eksistensi bimbingan belajar online selama masa pandemi mengalami peningkatan yang sangat signifikan sedangkan bimbingan belajar konvensional mengalami hal yang berbanding terbalik. Lalu kebutuhan masyarakat akan bimbingan belajar masih sangat diperlukan, karena pembelajaran di sekolah selama masa pandemi kurang dapat terlaksana secara efektif, guru biasanya hanya memberikan tugas untuk dikerjakan oleh siswa secara mandiri dan ditambah lagi kesibukan orang tua sehingga tidak bisa menemani anaknya belajar.

Saran yang dapat penulis berikan untuk lembaga bimbingan belajar konvensional ialah perlunya perubahan metode serta cara belajar misalnya dengan Blanded Learning atau penggabungan tatap muka dan online. Penyelenggara atau pengajar bisa menjadwalkan tatap muka 1 -- 2 kali perminggu lalu sisanya secara online, atau bisa juga baru akan menyelenggarakan tatap muka jika siswa mempunyai pekerjaan rumah (PR) yang sulit untuk dijelaskan secara online. Lalu ketika tatap muka, perlu diterapkan protocol kesehatan yang berlaku seperti menyediakan tempat cuci tangan, memberi jarak pada kursi duduk siswa dan mewajibkan siswa untuk memakai masker saat datang ke lokasi bimbel.      

Daftar Pustaka :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun