Wajah berbeda diperlihatkan Pep Guardiola manakala ia sambangi kawan lamanya, Mikel Arteta. Pep tak lagi bebal pada prinsipnya. Ia berani mengadopsi gaya Arteta yang kerap dicap orang sebagai 'haram ball'.
Kapan lagi kita bisa melihat seorang Pep Guardiola memainkan skema 'parkir bus'? Pep tampaknya sadar, gaya mainnya tak lagi bisa diandalkan. Era modern yang serba cepat menuntut semua beradaptasi, tak terkecuali Pep. Lalu, apakah ini akhir Pep menjadi seorang trendsetter?
Jenius Taktik Pengubah Sepak Bola Inggris
Pep Guardiola. Mendengar namanya saja, kita sudah paham orang seperti apa dia. Pria asal Catalan ini bisa dibilang telah mengubah wajah sepak bola. Bukan cuma ketika di Barcelona, tetapi juga ketika ia memutuskan hijrah ke Britania Raya.
Juli 2016, sejarah itu tercipta. Manchester City yang berambisi menciptakan legacy mereka sendiri selayaknya legacy Sir Alex di kubu seberang, merekrut Pep Guardiola. Orang inilah yang nantinya akan diplot sebagai pemimpin dinasti City.
Misi Khaldoon al-Mubarak akhirnya terwujud. Pep menciptakan sebuah fenomena yang mungkin tak pernah terjadi di Inggris sebelumnya. Ia menjadikan City sebagai kekuatan terbesar Premier League. Bahkan, Pep adalah pencetus beberapa ide taktik yang sempat nge-trend.
Masih segar di ingatan bagaimana Pep menendang Joe Hart dan menggantikannya dengan Claudio Bravo. Alasannya sederhana, Bravo adalah kiper yang lebih nyaman dengan bola. Istilah kerennya, 'ball-playing goalkeeper'.
Tahun berlalu, role 'ball-playing goalkeeper' pun nge-trend di Inggris. Man United coba merekrut Andre Onana. Chelsea membawa Robert Sanchez. Sepak bola pun menciptakan talenta-talenta baru dengan role serupa Bravo, Sanchez, serta Onana.
Pep lantas dipaksa bermain tanpa seorang striker murni. Kondisi yang pada akhirnya membuatnya menggubah taktik menjadi false nine. Coba tebak? Setelahnya, false nine nge-trend.
Banyak klub memburu striker yang tipikalnya bisa ikut build-up, serta cair. Kondisi ini sempat membuat striker tipikal classic number 9 langka di pasaran.
Inovasi Pep tak berhenti sampai di situ. Pep menciptakan taktik-taktik lain yang akhirnya jadi tren baru. Tiga bek, box midfield, dan beberapa lainnya. Ini membuktikan kalau Pep adalah seorang jenius, sekaligus inovator.
Tanda-tanda Kehancuran
Tiap era pasti ada akhirnya, tak terkecuali Pep Guardiola. Kesuksesan meraih treble pada musim 2022/2023 sepertinya menjadi akhir tinta emas Pep. Setelahnya, tinta itu macet, seperti tak bisa digunakan lagi.
City sudah mengendus, kalau mereka perlu suksesor sejak musim 2023/2024. Skuad Manchester Biru juga butuh pemugaran. Namun, karena berhasil juara Premier League sekali lagi, City menunda keputusan mereka.
Sayangnya, keputusan itu jadi bumerang. Bukan cuma buat City, tapi juga buat Pep Guardiola. Semua manajer yang ia hadapi seolah sudah tahu kelemahannya. Pep menikmati masa-masa suram pada 2024/2025.
Alibi Pep, skuadnya cedera. Nyaris tak ada pemain yang bisa menambal lubang akibat absennya para bintang. Alibi Pep memang benar. Tapi di sisi lain, ini seolah menyoroti bahwa Pep sedang introspeksi diri.
Kalau City menghadapi badai cedera dan hampir tak ada pemain yang bisa menggantikan bintang-bintang utama, maka taktik Pep perlu disalahkan. Ini berarti, taktik Pep cuma work untuk para bintang, tak bisa adaptif buat personel lain.
Di sinilah City diekspos habis-habisan. Sepak bola menyerang mereka jadi senjata makan tuan. Garis pertahanan tinggi kerap jadi makanan empuk buat tim-tim yang tahu, kalau garis pertahanan itu adalah salah satu kelemahan Pep.
City akhirnya memang finish ketiga. Namun, posisi finish itu tak lantas menghapus asumsi, taktik Pep mulai gampang dieksploitasi. Pada satu ketika, Pep bahkan dikabarkan sempat mengurung diri, memikirkan apa yang sebenarnya menimpa skuad asuhannya.
Ya, sepakbola modern adalah soal adaptasi. Siapa yang bisa menyesuaikan diri, dia akan bertahan lebih lama, sesimpel teori evolusi. Tapi Pep tetap keras kepala. Ia sempat menegaskan tak mau mengubah pendekatan.
Jadilah pada awal 2025/2026, Pep kembali tumbang. Laga lawan Spurs dan Brighton adalah momen hilang poin buat City. Dua kali kalah dari tiga laga awal, menjadi salah satu catatan terburuk Pep sepanjang karirnya.
Wajah yang Berbeda
Pep sah-sah saja punya pendirian. Tapi dalam kondisi timnya yang sedang sekarat, ada lebih dari sekadar ego yang perlu dipertaruhkan. Pep butuh kepastian, terutama terkait hasil akhir.
Laga kontra Man United dan Napoli, Pep masih menggunakan taktik menyerangnya. City meraih kemenangan di dua laga itu. 3-0 melawan rival sekota, 2-0 melawan tamu dari Italia. Tapi, ketika City bertamu ke rumah Mikel Arteta, pendekatan mereka berbeda.
Kapan terakhir anda melihat Pep Guardiola main bertahan? Mungkin, seumur hidup tidak pernah. Tapi di Emirates Stadium, Minggu (21/9), Pep bermain demikian. City di laga itu adalah City mode defensif, paling defensif sepanjang karir Pep.
Blok pertahanan City membentuk skema 4-4-2, yang kemudian berganti menjadi 5-4-1 di babak kedua. Pep bahkan tak canggung menggunakan pola permainan low block, pola yang selama ini ia anggap haram dalam hukum taktiknya.
Ketika ditanya soal strategi itu, Pep menjawab simple. Ia merasa inferior di hadapan skuad Arsenal yang menurutnya, punya lini depan menakutkan. Alhasil, lahirlah Pep gaya baru, seperti yang kita lihat.
City asuhan Pep cuma memegang 32 persen penguasaan bola, menjadi yang terendah selama karir Pep. Permainan City tentu saja tak menarik. Bahkan, Pep sendiri tersiksa memainkan taktik demikian. Tapi, itu harus dilakukan demi mengamankan hasil.
"Aku menderita, aku tak mau melihat itu. Aku mau bola itu ke depan, terus ke depan. Kami tak menginginkan itu, tapi kadang harus dilakukan. Sekali dalam 10 tahun, tak buruk, kan?" Kata Pep dalam sesi interview pasca laga, mengutip via Flashscore.
Sang Trendsetter Kini Jadi Follower
Pada akhirnya, sepak bola negatif, low block, parkir bus, atau apapun istilahnya, sebetulnya bukan barang baru. Di Premier League, ada banyak tim dan pelatih yang memakai skema ini. Di dunia sepak bola keseluruhan, bahkan lebih banyak lagi.
Jose Mourinho dikenal dengan filosofi pragmatisnya, master sepakbola bertahan. Simone Inzaghi dan Diego Simeone juga dikenal sebagai penguasa ilmu bertahan. Pun begitu dengan Jose Bordalas, Nuno Espirito Santo, bahkan Massimiliano Allegri.
Kenyataannya, Mourinho memenangkan banyak trofi dengan taktik yang menurut banyak orang adalah 'taktik haram'. Yunani juga juara Euro 2004 menggunakan strategi defend and counter. Jadi pada akhirnya, parkir bus adalah strategi yang sah-sah saja.
Kawan lama Pep, Mikel Arteta sudah lebih dulu menguasai seni 'haram ball' ini. Dua kali menjadi pecundang City, Arteta sadar, gelar tak cuma dimenangi dengan sepak bola indah. Terkadang, ia juga perlu memainkan taktik yang aman.
Maka pada 2024/2025, Arteta banyak memakai taktik all out defence. City bahkan menjadi salah satu korban permainan negatif ala Arteta, sampai-sampai para fans lawan menjuluki Arteta sebagai 'Master of Haram Ball'.
Namun, terlepas dari semua fakta tadi, Pep Guardiola adalah ironi yang berbeda. Selama ini, ia dikenal sebagai seorang trendsetter. Namun, kondisi memaksanya pindah haluan menjadi follower, meski ia sendiri tak menginginkannya.
Fenomena Pep dengan taktik parkir bus barunya ini seperti dua sisi mata uang. Perubahan ini seperti sebuah isyarat bahwa karakter Pep sebagai manajer menyerang, perlahan mungkin mulai tergerus.
Tapi di sisi lain, ini menunjukkan kalau Pep pantas dicap 'Pelatih Hebat'. Ciri seorang yang hebat bukan dilihat seberapa tangguh atau kuat dirinya, melainkan seberapa bisa ia beradaptasi.
Lewat permainan pragmatis ini, kita melihat sesuatu yang baru dalam diri Pep. Sesuatu yang muncul karena memang dunia yang ia geluti menghendaki demikian.
Sepak bola modern sepertinya telah banyak berubah. Gaya main bertahan yang sempat ditinggal karena dianggap kuno, kini mulai terangkat kembali. Ia bukanlah taktik yang memanjakan mata. Tapi, ia adalah taktik paling realistis dipakai, ketika sebuah tim menginginkan hasil akhir.
Lantas, bagaimana menurut anda sendiri? Dengan berubahnya pendirian Pep, akankah kita melihat lebih banyak manajer memainkan strategi 'parkir bus' di musim 2025/2026 ini?
Follow saya untuk tulisan-tulisan menarik lainnya!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI