Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menanti Emak Pulang

10 September 2011   23:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Besok Emak pulang. Rasanya aku sudah tak sabar lagi, melihat langsung seperti apa wajah wanita yang melahirkanku itu. Apakah benar seperti yang selama ini kubayangkan atau diceritakan Kakek dan nenek setiap kali menjelang tidur.

Malam semakin larut. Eyang Kakung dan Uti sudah tertidur lelap. Namun mataku rasanya tetap susah dipejamkan. Aku ingin waktu berjalan dengan begitu cepat. Sudah lama aku menginginkan saat-saat seperti ini. Aku ingin memeluk emak. Aku ingin bisa pergi kemana-mana bersama emak seperti teman-temanku yang lain. Sungguh, tak bisa kugambarkan kebahagiaan yang kini kurasakan. Setelah sekian lama akhirnya aku bakal berjumpa sosok yang selalu kurindukan setiap mimpiku. Sosok yang selalu kuucapkan dalam doa-doaku. Aku rindu emak.

Hingga sekarang ini, saat usiaku menginjak duabelas tahun, aku belum pernah berjumpa dengan emak. Selama ini aku mengenali emak melalui telepon atau melihat foto-fotonya yang dikirim lewat pos. Itupun hanya sesekali saja. Emak bilang tak ingin menghambur-hamburkan duit. Lebih baik duit ditabung buat biaya sekolahku nanti.

Emak ingin aku jadi anak pintar dan bisa menjadi dokter seperti Pak Doni, menantu pak lurah. Ia tak mau aku jadi orang bodoh seperti dirinya. Maka dari itulah meski jarang menelpon, ia selalu mengingatkan aku selalu belajar dan jangan jadi anak bandel.

Setiap bulan emak selalu kirim duit buat biaya sekolahku. Meski begitu Emak tak pernah cerita soal pekerjaanya selama ini. Aku hanya tahu dari cerita Eyang, delapan tahun lalu saat umurku belum genap tiga tahun Emak pergi ke Saudi Arabia menjadi TKW, atas ajakan teman semasa di SMPnya. Semua beban harus emak tanggung setelah cerai dengan Bapak. Dari omongan tetangga aku pernah dengar Bapak kawin lagi dengan orang seberang setelah setahun jadi TKI di Malaysia. Karena itulah emak selalu marap setiap kali aku bertanya soal Bapak. “ Bapakmu sudah mati. Tak usah dicari-cari lagi,” begitu kata Emak dengan nada kesal.

Sebenarnya sudah beberapa kali Emak pernah bilang akan pulang kampung. Tapi selalu saja ia tak pernah menepati ucapanya. Aku masih ingat terakhir kali ia janji pulang tiga tahun lalu saat aku ulang tahun. Rasanya masih tergambar jelas bagaimana senangnya perasaanku waktu itu.

Malam itu persis seperti malam ini, aku juga tak bisa tidur. Meski badanku sudah capek karena seharian selepas pulang sekolah mencari hadiah istimewa buat Emak. Sengaja aku mencari aneka macam daun kering dan kubuat menjadi sebuah album foto kecil. Seperti yang sudah diajarkan ibu guru di sekolah. Aku ingin pamer pada emak, aku sudah pandai membuat banyak hal salah satunya figura dari karton berhias daun-daun kering. Rencananya, di figura itu bakal kupasang fotoku saat juara lomba baca puisi tingkat kecamatan. Pada lomba yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari ibu itu, aku menjadi juara kedua.

Semalaman jantungku berdebar-debar. Aku ingin memeluk Emak. Meski sebenarnya bukan itu satu-satunya alasanku bertemu dia. Aku ingin menagih janjinya bakal membelikanku tas dan sepetu baru jika nilai raporku berhasil masuk rangking tiga besar. Aku ingin sepatu baru seperti teman-temanku lain, model terbaru. Tak seperti sepatu pemberian Eyang, sudah hampir rusak. Sebelumnya aku beberapa kali merengek minta sepatu baru pada Eyang tapi duitnya memang tak ada.

Pagi hari sekali, sebelum adzan Subuh aku sudah bangun. Bahkan lebih dulu dari Eyang dan Uti. Aku langsung mandi dan sholat Subuh. Aku ingin terlihat lebih dewasa di depan emak, meski usiaku baru delapan tahun.

Aku menunggu Emak pulang. Satu jam kemudian Emak tak jua datang. Dua jam kemudian juga belum datang. Hingga siang hari ada pak pos datang membawa sebuah kardus besar. Eyang yang menerima kiriman itu. Setelah dibuka isinya aneka macam hadiah ada tas, sepatu, baju baru buatku.

“ Ini kiriman dari Emakmu. Selamat ulang tahun ya sayang,” kata Eyang sambil memelukku. Namun, aku hanya diam saja, cemberut, dan bertanya : “Emak mana? Emak katanya pulang?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun