Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Manusia Linuwih

17 Juni 2010   14:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_169844" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Benar tidaknya cerita itu aku belum membuktikannya sendiri. Menurut cerita warga yang tinggal di desa ini, Darmo telah menghilang dari dunia, dirinya telah muksa lenyap dari alam nyata. Orang-orang tua dan penduduk yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya menyebutnya Darmo telah muksa kini ia telah di angkat ke langit. Para warga percaya ia kini sebagai manusia linuwih.

Semenjak peristiwa hilangnya Darmo, di rumah kediamannya menjadi tempat berkumpulnya para warga. Suasananya sangatlah ramai bahkan di malam haripun. Suasana bagi orang yang tidak tahu akan mengira ada pasar malam di sana. Mereka yang ada di sana memiliki kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain. Ada di antara mereka yang memang menganggap keramat rumah itu dan mencari hal-hal ghaib dan di luar nalar, ada yang hanya sekedar ingin tahu dan melihat dari dekat, dan banyak juga yang memanfaatkannya sebagai lahan mencari untung dengan berjualan mulai dari rokok, air mineral, soto, es dan masih banyak lagi dengan berbagai kepentingannya.

Sekilas tempat kediaman Darmo hanyalah gubug reot dan kini memang tak berpenghuni lagi tapi tempat tersebut sudah dianggap sebagai tempat keramat. Ada-ada saja cerita-cerita yang telah beredar sampai kepelosok kabupaten bahkan negeri ini. Cerita mulai dari air sumur belakang rumah Darmo yang dianggap bertuah dan mampu mengatasi segala macam permasalahan hidup hingga lindungan roh Darmo, yang namanya telah diganti oleh warga sebagai Ki Ageng Darmo, bagi yang mau meminta petunjuknya.

Nyaris dua puluh empat jam tempat Darmo dipenuhi oleh para peziarah. Mereka datang secara rombongan mulai dari yang hanya dengan sepeda motor sampai menggunakan bis. Diantara yang datang kebanyakan membawa segudang permasalahan dan harapan akan jalan keluarnya selepas berziarah di petilasan ini. Mereka yang datang berasal dari berbagai kalangan mulai dari warga biasa, pejabat kabupaten, artis mulai dari yang kelas teri hingga kelas atas bahkan ada juga para pejabat tingkat tinggi. Diantara mereka ada yang datang dengan maksud agar mudah dalam membayar hutang-hutangnya, ada yang mempunyai masalah jodoh, ada yang karena ingin naik jabatan, keinginan cepat memiliki momongan sampai ada yang datang dengan tujuan agar mampu menjadi pemenang dalam pemilihan kepala daerah di daerahnya. Kebanyakan yang datang kesini tahu tentang petilasan ini dari berita mulut ke mulut.

Seiring dengan ramainya tempat petilasan Ki Ageng Darmo terbersit kabar bahwa PEMDA akan turun tangan dalam pengelolaannya. Tempat ini akan diPERDAkan dan dijadikan sebagai obyek wisata mistik yang nantinya akan menjadi salah satu masukan penghasilan buat Kabupaten ini. Petilasan Ki Ageng Darma kini tak hanya sekedar gubuk reot yang tak bernilai tapi sudah menjadi aset yang begitu berharga bagi pemerintah daerah sini.

Adanya tempat ziarah baru itu kini menimbulkan perpecahan pendapat di antara warga di sana. Mereka terbagi antara yang pro dengan yang kontra dan menentang habis-habisan. Kelompok yang mendukung dan akan mati-matian mempertahankannya terdiri dari berbagai kelompok juga, ada yang karena anggapan mistis dan rasa takut akan kualat jika menutupnya, ada yang karena di intimidasi karena kelompok yang pro memang lebih banyak jumlahnya ada juga karena ini menjadi lahan baru mereka mencari uang. Kelompok yang menentang dengan terang-terangan mengutuk mereka yang pro dan menganggap sebagai orang sesat, telah melakukan perbuatan berbau syirik dan tidak rasional. Kelompok yang menentang dimotori oleh seorang Kiai yang memimpin pesantren tertua di desa itu. Adanya tempat petilasan itu memang telah membuat banyak santri yang minggat. Mereka melawan perintah dan himbauan sang kiai untuk menjauhi tindakan syirik dengan menyembah-nyembah dan Ki Ageng Darmo. Para santri itu lebih memilih kabur dari pesantren.

Ki Ageng Darmo telah merasuki segala aspek kehidupan dan berbagi lapisan masyarakat di sini. Para pegawai kelurahan sendiri sering mewanti wanti tiap pendatang untuk tidak mengusik kepercayaan mereka. Dengan peringatan keras mereka selalu sampaikan hal tersebut. Bagi yang melanggar akan di usir dari desa ini dengan cara paksa.Dua hari yang lalu aku pernah kena getahnya. Berawal dari laporan warga tentang ucapanku yang menyebut ini sebagai tindakan tak masuk akal dan sesat, pak dukuh memberi peringatan keras. Katanya sebagai pendatang aku memang dilarang untuk mencampuri urusan di daerah ini apalagi sampai mengobok-obok kepercayaan mereka tentang tempat keramat ki Ageng Darmo. Aku masih ingat dengan peringatan dari pak dukuh maka saat ingin menggali informasi yang lebih banyak tentang itu harus ekstra hati-hati jika sampai ketahuan akan di usir dari desa ini. Selepas mendengar cerita dari mereka yang menolak fikiranku masing terbayang antara melawan dan tidak berdaya.

Siang hari selepas pulang dari kantor kelurahan sengaja kulewati daerah dimana Darmo pernah tinggal. Dengan menggunakan sepeda motor aku bisa leluasa menjangkau wilayah tersebut. Di sepanjang jalan banyak kulihat iring-iringan kendaraan. Nampaknya mereka semua hendak menuju tempat yang sama rumah keramat itu. Dari plat nomor kendaraan mereka bisa ditenak asal mereka dari luar kota bahkan ada yang berasal dari luar provinsi. Aku juga sempat melihat kendaraan dengan plat nomor warna merah juga menuju tempat itu.

Agak jauh dari rumah yang dikeramatkan itu aku hentikan kendaraan motorku. Di sebuah warung makan aku mampir sekalian pesan makanan agar tak menimbulkan kecurigaan.

"Silahkan mas pesan apa?" tanya penjaga warung nasi itu.

"Soto ayam minumnya es teh"

Menunggu pesanan aku terus saja mengamati aktivitas dari mereka yang berziarah ke tempat Ki Ageng Darmo. Memang sangat ramai bahkan parkir kendaraan bermotor ada yang sampai warung di dekatku makan.

"Sudah lama berjualan di sini mbok?'

"Lumayan lama mas, tapi kalau ramenya warung baru akhir-akhir ini".

Penjual nasi itupun bercerita tentang kondisi warung sebelum dan sesudah adanya orang yang berziarah ke tempat ki ageng Darmo. Semenjak adanya orang yang berziarah kesinilah nasibnya berubah seratus delapan puluh derajat. Warung yang dulunya sepi itu kini laris bukan kepayang bahkan di ahri-hari tertentu ia sering kewalahan melayani banyaknya pembeli.

"Kalau Ki Ageng Darmo itu sebenarnya siapa mbok?" aku mencoba mengorek informasi tentang tokoh yang dianggap sebagai orang suci itu. Mbok penjual nasi itu sempat bertanya tentang diriku yang bukan orang asli sini. Ia kemudian cerita lebih jauh tentang Ki Ageng Darmo.

Orang yang dianggap sebagi manusia suci itu ternyata dulunya adalah pendatang juga. Saat itu ia dikira sebagai orang gila. Seringkali ia ditemukan tertidur di tempat yang tidak semestinya seperti di perempatan depan balai desa, dekat jembatan bahkan sering juga ia tertidur di atas atap warga. Gambaran yang membuatku semakin keheranan kenapa orang yang dulunya gila kini dianggap sebagai orang suci.

"Dulunya gila? Kok bisa dianggap sebagai orang suci?"

Penjual nasi itupun kembali bercerita tentang asal-usul orang suci itu. Saat itu tiba-tiba saja Darmo teriak-teriak di perempatan depan balai desa bak seorang orator ia berpidato dan meramal kejadian-kejadian yang akan di alami oleh desa ini. Dianggap membahayakan dan mengganggu keamanan ia dikejar-kejar dan hendak dipukuli oleh warga. Rencananya ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa di kota seberang atas segala tindakan anehnya. Semua waraga dikerahkan untuk menangkapnya, namun ternyata setelah kejadian itu ia hilang begitu saja tanpa ada bekas. Semua sudut desa telah diperiksa dan hasilnya nihil.

Pada hari keempat pulu akhirnya penduduk menyerah dan tidak melanjutnkan usaha pencariannya. Tiga hari setelah hari itu satu-demi satu kejadian yang diomongkannya terjadi.

"Benar-benar kejadian mbok?", tanyaku tak percaya.

"Ya mas benar-benar terjadi dan tak hanya sekali bahkan berkali-kali".

Ucapan dari Darmo yang dianggap gila menjadi kenyataan. Mulai dari banjir, gagal panen, penyakit yang menyerang ternak hingga tanah longsor. Memang diluar batas nalar tetapi kenyataan menunjukkan hal itu benar-benar terjadi tepat sesuai dengan omongannya.

"Lalu setelah itu apa yang dilakukan warga?" , aku masih saja tak habis fikir tentang semuanya.

Setelah terjadi peristiwa seperti apa yang dikatan oleh Darmo warga sempat panik. Atas saran dari tokoh masyarakat, seseorang yang dituakan, beberapa warga mendatangi gubuk tempat tinggalnya. Rencananya selama beberapa hari mereka akan menyepi di situ dan mencari petunjuk. Menurut kesaksian beberapa warga yang berada di tempat itu ada yang kerasukan. Dalam ketidaksadarannya warga itu ternyata dimasuki oleh penunggu yang katanya suruhan ki Ageng Darmo. Sesaji disyaratkan sebagai penangkal dan air sumur dapat digunakan sebagai tolak balak. Setelah peristiwa kerasukan itulah orang mulai berebut air untuk menangkal datangnya penyakit dan marabahaya.

Penjaga warung itu menghentikan ceritanya setelah datang serombongan orang yang memasuki warungnya. Segera aku membayar semua yang kumakan dan minum dan meninggalkan tempat itu.

****

Pagi yang cerah suasana desa yang begitu tenang dan sunyi kini mendadak berubah. Kerumunan warga berduyun-duyun suara semakin mendekat menuju di sekitar rumahku. Tak lama setelah itu kudengar pintu rumah kontrakanku digedor-gedor. Dengan teriakan-teriakan penuh dengan kemarahan.

"Orang kota keluar! Segera pergi dari desa ini!", teriakan-teriakan mereka.

"Ayo keluar! Nggak usah sembunyi!"

"Bakar saja rumahnya!"

Warga yang sudah disulut api kemarahan kemudian mendobrak pintu. Dengan beringas mereka menyeret tubuhku. Aku tak berdaya di antara kerumunan massa yang begitu banyak. Satu demi satu ada yang melempariku dengan telur busuk dan benda-benda menjijikkan yang lain. Tak ayal lagi sebuah tonjokkan dari orang yang tak dikenal yang membuatku terkapar dan seteah itu aku tak tahu apa lagi yang terjadi.

"Anda sudah siuman pak?", seorang perawat kudapati saat kubuka mataku.

"Saya sekarang ada di mana?", tanyaku masih dengan setengah kesadaran.

Akibat dari pengeroyokan oleh warga desa sempat membuatku dalam kondisi kritis selama beberapa hari. Atas rujukan dokter yang ada di desa itu mereka membawaku kembali ke kota asalku untuk menjalani pemulihan.

Berhari-hari aku tersekap dalam rumah sakit ini. Beberapa patah tulang dan luka yang harus dijahit oleh-oleh yang kudapat dari desa itu. Aku masih terus mengikuti berita tentang petilasan Ki Ageng Darmo dari koran yang di bawa oleh rekan kerja dan saudara-saudaraku.

Diantara banyak kabar ada satu hal yang sangat mengagetkanku. Tadi pagi aku mendapat surat pemecatan resmi dari instansiku. Tindakanku yang dianggap tidak patut karena telah menimbulkan kerusuhan warga. Ada juga yang mengatakan aku ini sinting dan membutuhkan perawatan di rumah sakit jiwa.

Malam semakin larut aku masih saja tertegun dengan kondisi di desa tersebut. Cerita-cerita dan keadaan yang buat sebagian besar sangat tak rasional tapi justru bagi sebagian besar dianggap semakin kebenaran dan diagung-agungkan.

Yogyakarta, Juni 2005

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun