Mohon tunggu...
Fathir Fatih Faturrahman
Fathir Fatih Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang individu yang suka menulis opini terkait segala hal yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hubungan Mana yang Sebenarnya Nyata: Pacaran di Role-play atau di Dunia Nyata?

7 Juni 2025   08:30 Diperbarui: 6 Juni 2025   19:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh profile avatar yang merepresentasikan identitas di role-play. Screenshot salah satu akun di telegram.

Yang menjadi permasalahan dari fenomena berpacaran di dunia role-play adalah apakah segala hal yang terjadi di dunia semu tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan fisik asli mereka? Selain itu, ada kemungkinan bahwa mereka yang berpacaran di dunia role-play ini merasa bahwa dunia role-play lebih nyata dibandingkan dengan dunia fisik nyata itu sendiri. Apakah perasaan yang mereka rasakan ketika berhubungan dan berinteraksi di dunia role-play itu nyata, atau sebenarnya semua hal yang ada di dunia role-play itu hanya sebatas rekayasa. 

Saya melakukan wawancara dengan salah satu orang yang pernah melakukan role-play dan berpacaran di role-play. Menurut pengalamannya, dia menyebutkan bahwa ketika dia berpacaran, dia merasa baper (bawa perasaan). Artinya, hubungan pacaran yang terjalin di role-play terasa nyata dan terbawa kepada identitas aslinya. Jadi, menurutnya, perasaan yang berasal dari segala kegiatan dan interaksi yang dia lakukan di role-play itu nyata. Alasan dia menyebutkan ini adalah karena menurutnya, perasaan yang dia rasakan ketika menyukai seseorang di role-play itu merupakan perasaan asli yang datang dari dalam hatinya.

Penjelasan fenomena menggunakan teori

Fenomena ini dapat dijelaskan menggunakan teori simulacra dan hiperrealitas milik Baudrillard. Dia menyebutkan simulacra merupakan sebuah aksi menirukan sesuatu yang nyata. Jadi di dalam simulacra, ada yang asli dan ada si peniru yang asli. Dalam konteks hubungan pacaran di dunia roleplay tadi, yang asli adalah hubungan pacaran di dunia nyata dan segala interaksinya, sedangkan si peniru adalah hubungan pacaran di dunia role-play tersebut dan bentuk interaksi yang hanya sebatas chattingan tadi. Chattingan merupakan sebuah tiruan dari interaksi yang dilakukan secara langsung mata bertemu mata. Jadi chattingan merupakan si peniru dan interaksi langsung merupakan yang ditiru.

  1. Simulacra

Di simulacra terdapat tiga tingkatan berdasarkan jenis hubungan yang terjadi antara yang asli dan si peniru. Simulacra tingkat pertama masih menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara yang asli dan si peniru. Pada tingkat ini bahasa objek dan tanda adalah tiruan dari yang asli. Artinya, antara si peniru dan yang asli masih memiliki jarak dan terlihat jaraknya. Simulacra tingkat kedua, pada tingkat ini prinsip utamanya adalah logika produksi (Ane 2023b). Pada tingkat ini tiruan memiliki kesamaan fungsi dengan apa yang ditirunya. Seperti teknologi reproduksi memiliki kemiripan fungsi dengan apa yang ditirunya. Sehingga, dapat terjadi pergeseran fungsi yang pada awalnya produksi dilakukan oleh objek asli, kini berubah dan digantikan oleh teknologi reproduksi seperti mesin produksi dan lain sebagainya. Terakhir, simulacra tingkat ketiga, di tingkat ini, perubahan terjadi pada unsur budaya. Perubahan yang terjadi berakar pada perkembangan teknologi dan komunikasi. Artinya, tanda yang ada di peniru membentuk realitas baru. Pada tingkat ini, Baudrillard menyebutnya sebagai era simulasi.

Realitas yang muncul pada fenomena role-play mencirikan bahwa fenomena ini terjadi pada tingkat ketiga simulacra. Adanya semacam simulasi kehidupan nyata yang terjadi dalam bentuk yang berbeda. Segala hal yang ada pada dunia role-play memiliki kemiripan budaya dan sosial dengan fenomena di dunia fisik asli. Sehingga dapat dikatakan bahwa role-play ini merupakan hasil dari era simulasi. Yang kemudian menyebabkan tidak jelasnya batasan antara si peniru (dunia role-play) dan yang ditiru (dunia fisik).

  1. Hiperrealitas

Hiperrealitas di lain sisi menjelaskan sebuah fenomena ketika si individu tidak lagi dapat membedakan antara si peniru dan yang ditiru. Muncul sebuah keabu-abuan antara mana yang sebenarnya asli. Ketika individu yang bermain role-play tidak lagi mengetahui mana yang asli dan mana yang tiruan berarti dia telah berada di tahap hiperrealitas. Menurut Jean Baudrillard, fenomena hiperrealitas ini terjadi karena didorong oleh berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Dia menyebutkan bahwa media massa atau media sosial sebagai perpanjangan tangan manusia. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa fenomena pacaran di role-play ini muncul karena adanya kemajuan di bidang teknologi komunikasi. Pacaran dalam bentuk chattingan merupakan perpanjangan tangan dari pacaran konvensional yang berinteraksi secara langsung.  Oleh karena itu, fenomena tidak jelasnya mana yang asli dan mana yang tiruan merupakan akibat dari kemajuan dan postmodernitas. Dengan adanya kemajuan teknologi ditambah dengan karakteristik dunia postmodern yang menganggap tidak adanya nilai universal dan relatif menjadikan fenomena role-play  ini terjadi.

Masalah eksistensial mana yang asli dan mana yang semu

Akan tetapi, dengan segala penjelasan terkait munculnya fenomena tersebut. Masih ada beberapa yang sebenarnya perlu dipertanyakan, khususnya dalam fenomena pacaran di role-play.  Apakah sebenarnya cinta yang terjalin dalam bentuk bubble chat merupakan cinta yang asli atau hanya sebatas cinta tiruan yang direkayasa oleh individu belaka? Selain itu, segala pengalaman yang berkesan dan menjadi pemantik perasaan yang terjadi ketika menjalin hubungan di dunia role-play terasa nyata bagi orang yang mengalaminya. Sehingga, apakah dunia simulasi yang terjadi akibat adanya perkembangan teknologi kini berubah menjadi dunia asli yang baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun