Alih-alih panik melihat lonjakan volume, JNE mengubah pola kerja jadi lebih agile. Teknologi memang penting, tapi adaptasi sosial jauh lebih menentukan.
JNE membuka ruang kolaborasi dengan seller lokal, memfasilitasi pelatihan digital, bahkan bikin event JNE Loyalty Card Festival untuk menguatkan komunitas bisnis kecil.
Banyak pelaku UMKM menyebut JNE bukan cuma partner logistik, tapi juga mentor bisnis. Ini value yang jarang dimiliki oleh perusahaan ekspedisi lain.
Saat perusahaan lain sibuk membangun warehouse robotik, JNE fokus membangun hubungan antarmanusia. Strategi ini mungkin tak seksi di atas kertas, tapi terbukti efektif.
Membedah Strategi Anti-Mainstream
JNE tidak terjebak dalam kompetisi harga murah. Sebaliknya, JNE bermain di kualitas dan jaringan sosial.
JNE juga aktif membangun brand melalui narasi, bukan iklan masif. Contohnya, kampanye Ramadan, charity, hingga kolaborasi dengan komunitas seni.
Model ekspansi JNE sangat grassroots. Setiap agen punya kemandirian, tapi tetap terhubung dengan sistem pusat—mirip koperasi modern.
Pendekatan ini membuat JNE tahan guncangan, termasuk ketika banyak ekspedisi besar bangkrut karena beban operasional. Keunggulan terletak pada jaringan kecil yang hidup.
Bahkan di era serba digital, JNE tetap menjaga sentuhan humanis. Paket boleh digital, tapi relasi tetap analog.
Perjalanan yang Tak Pernah Lupa Akar
Banyak yang tak tahu, JNE punya sisi spiritual yang kuat. Sang pendiri, Johari Zein, bahkan membangun masjid dan sekolah dari keuntungan perusahaannya.
Visi bisnis JNE tak hanya soal revenue, tapi juga kontribusi sosial. Ini bukan strategi marketing, tapi filosofi perusahaan.