Mohon tunggu...
Abdul Fattah
Abdul Fattah Mohon Tunggu... -

Dari keinginan belajar akhirnya ku putuskan sebuah pilihan. Yah, saya rasa pilihan yang terbaik adalah menjadi aku bersama kalian semua.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Al-Qur’an di Tengah Arus Perubahan Zaman (Transliterasi Ceramah Abuya Hasyim Muzadi)

7 April 2014   16:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semua orang tahu bahwa al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada umat manusia melalui junjungan kita nabi Muhammad Saw. Sebagai bukti bahwa al-Qur’an merupakan kalamullah yang otentik kepada Rasulullah, ini bisa kita lihat jika al-Qur’an tiada duanya di dunia ini. lain halnya dengan kitab-kitab lain yang dianggap suci itu bisa bermacam-macam adanya. Inilah yang menunjukkan keaslian dan kemukjizatannya sebagai wahyu. Selain itu, al-Qur’an juga dirancang berdasarkan qadla’ dan qadar Allah Swt yang berlaku di dunia ini. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa al-Qur’an harus bisa berjalan ke segala penjuru di manapun tempat yang diciptakan Allah Swt serta disiapkan untuk setiap waktu sampai kiamat datang.

Kebanyakan orang di antara kita pasti berpikir jika al-Qur’an yang tunggal itu haruslah bisa berjalan kapanpun dan di manapun keberadaannya. Tidak peduli zaman, tempat, dan bahkan perkembangan pikiran serta keadaan yang selalu berubah. Perlu diketahui jika substansi masalah – pokok bahasan – yang termuat di dalam al-Qur’an sebenarnya sama dengan substansi masalahmanusia serta apa yang ada di dunia ini. Sejak dulu, kita tahu bahwa di dunia ini telah ada berbagai tipe seseorang yang terlahir di dunia ini. Ada orang ikhlas, ada yang serakah, ada yang kejam, ada yang islam, ada yang kafir maupun fasik. Dan orang-orang seperti ini akan tetap ada sampai hari kiamat nanti. Hanya saja model-modelnya berbeda dari satu zaman ke zaman lain. Misalnya, modelnya orang serakah zaman dulu dia membawa kantongan yang berbeda dengan zaman sekarang jika orang serakah itu hanya bermodalkan pulpen serta tanda tangan. Akan tetapi, permasalahan yang ada itu sebenarnya sama. Sehingga di dalam al-Qur’an dijelaskan secara substansional yang sama pula. Jadi, tidak perlu ada perubahan secara substansi maupun tekstual al-Qur’an itu sendiri. Dan kemungkinan perubahan yang terjadi itu dalam segi penafsiran yang selalu berkembang karena perubahan pemikiran yang semakin hari semakin berkembang. Inilah perbedaan al-Qur’an dengan tafsir.

Selamanya, al-Qur’an itu adalah kitab suci. Sedangkan tafsir itu merupakan pemikiran dan pandangan kita dalam memahami al-Qur’an itu sendiri. Jadi,kalau tafsir itu dari kita kepada al-Qur’an tetapi tafsir tak pernah sama dan sebangun dengan kesucian maupun kebesarannya dengan al-Qur’an. Sebab, tafsir itu adalah kemampuan kita untuk mengerti al-Qur’an. Hanya saja, dalam menafsirkan al-Qur’an itu tentu harus memakai ilmu, tidak boleh seenaknya. Kita tahu bahwa banyak ayat al-Qur’an yang penjelasannya terdapat pada tempat – surah – lain, bukan langsung ada pada ayat lanjutannya tersebut. Hal ini berbeda dengan kitab-kitab lain di dunia yang memakai bab dalam setiap penjelasannya. Sehingga, dari keruntutan bab-bab tersebut penjelasan akan mempermudah pemahaman seseorang. Sebab, jika buku dibuat tidak tertib orang tidak akan paham. Dan ini hanya akan menimbulkan kebingungan bagi pembaca itu sendiri. sehingga, banyak orang-orang di Negara Barat selalu mengatakan jika al-Qur’an itu adalah kitab yang paling membingungkan di dunia. Ini disebabkan karena mereka tidak membawa keimanan ketika membaca al-Qur’an tersebut.

Oleh karena itu, pasrahkanlah saja penafsiran tersebut kepada para ulama’ yang telah ahli di bidang tersebut. Jangan malah orang-orang yang bukan apotekernya yang meramu obat. Bisa-bisa malah kecap diramu dengan racun yang setelah diminum inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Menafsirkan ayat yang terdapat pada suatu surah dengan ayat yang terdapat dalam surah lain, ini disebut dengan tafsir al-Qur’an bil qur’an. Jika tidak demikian, maka diperbolehkan dengan penafsiran yang secara substansional yang hanya berkutat pada pokok-pokok bahasan tertentu sesuai dengan cara praktis yang disusun dalam hadis Rasul Saw. Jika kedua cara tersebut tidak bisa dilakukan lagi, maka akal diperbolehkan untuk berpendapat pula sesuai dengan teknis yang berlaku tentunya. Asalkan pemikiran tersebut tidak melenceng atau bertentangan dengan pokok ajaran al-Qur’an maupun hadis Rasul Saw. Dengan perbedaan tempat, adat, serta zaman yang terus berkembang tentu mau tidak mau penafsiran juga harus berkembang. Dalam prakteknya memang tetap mengikuti perkembangan zaman. Namun, yang terpenting adalah tentang bagaimana caranya supaya penafsiran tersebut tidak keluar dari akarnya, yakni al-Qur’an. Wallahu A’lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun