Menggunung rasa perih ini, ketika perjuangan tidak dianggap, selalu disudutkan dengan cemoohan berdalih karena dibatasi, kini kejenuhan bermuara pada tanda tanya besar masih kurangkah semua ini.
Masih jauh sekali jika dikata cukup, sangat jauh karena "simsalabim aba kadabra" yang digaungkannya untuk saat ini tidak mungkin terjadi, kini perlahan jurusan kebisuan dan ketulian makin menunjukan tajinya, perhatian menjadi tabu kecuali ada sinar kepentingan dibelakangnya.
Kemana suara ini harus diperdengarkan di kala keramaian menjadi sunyi, terang benderang menjadi kelam dan kebencian menjadi idaman, sungguh letih ini memuncak, merdu menjadi menjadi amuk, lantunan terdengar memuakan.
Kemarilah sebelum kaki ini melangkah pergi, memilukan jika kata dahulu yang hanya akan menghiasi masa depan, ke sinilah jangan hanya diam di tempat, diam kali ini bukan emas tapi menanam kedunguan, laku menentukan  getaran, getaran yang dahulu menentramkan kini  tak diidamkan.
Kesedihan dan tangisan masih menjadi andalan namun merubah laku masih jauh dari pilihan, Â melihat bumi dengan segala kejelekannya lebih mudah ketimbang mensyukuri segala yang diterima dari langit, manusia mungkin ditakdirkan untuk mudah mengutuk dan menggerutu tapi sadarlah yang indah akan tetap indah baik sebelum dan sesudah.
Isakan dan duka tak kenal jeda menghampiri kita, memporak-porandakan ketegaran mennggali luka,  amarahmu  ibarat melukis dengan darah menulis dengan nanah. Jika untuk menyudahi ini semua sukar jangan terlalu berharap asa berakhir indah.