Mohon tunggu...
Ade Candra
Ade Candra Mohon Tunggu... Insinyur - pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pertanian Kabupaten Pasaman

Saya orang yang berjiwa sosial, suka bermasyarakat dan dengan menulis ingin berbagi informasi bermanfaat dengan Khalayak Ramai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kisah Petani Gurem dan Citra Perberasan Indonesia di Mata Dunia

17 Januari 2023   20:13 Diperbarui: 17 Januari 2023   20:35 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Kisruh perberasan di Indonesia cukup memprihatinkan. Mulai polemic Impor beras yang tak kunjung usai, perbedaan data produksi beras   antara kementrian pertanian ( Kementan)  dan Bulog serta  rencana pemerintah menaikkan harga beras  seolah membukakan mata masyarakat bahwasannya begitu rumit persoalan beras ini di  negara ini. 

Lain hal nya dengan dunia Internasional Mereka menganggap Indonesia telah  berhasil berswasembada beras dalam kurun waktu 2019-2021 atau selama 3 tahun. 

Faktanya International Rice research Institute (IRRI ) memberikan penghargaan tepat pada hari kemerdekaan RI yang ke 77 pada pemerintahan presiden Jokowi.

Fakta ini tidak mengada-ngada, banyak kisah petani gurem yang kehidupannya memprihatinkan dengan pendapatan "pas-pasan" hanya cukup untuk makan, padahal mereka adalah pahlawan swasembada beras yang bikin bangga pemerintah dimata dunia.

Terkait dengan hal ini petani gurem yang dimaksud diatas adalah petani kecil dengan kepemilikan lahan sawah dibawah 0,5 ha. Pada kelompok ini anjloknya harga gabah, langkanya pupuk bersubsidi, melonjaknya harga saprodi sangat terasa hingga berdampak buruk terhadap keuntungan dan produktivitas padi mereka.

Beda halnya dengan petani yang luasan sawahnya diatas 0,5 hektar, mereka masih tetap untung meski pupuk bersubsidi langka, mereka masih bisa membeli pupuk non subsidi atau ketika harga saprodi naik mereka pun masih sanggup membelinya. 

Tidak hanya sampai disitu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah pula menambah penderitaan petani padi "gurem" karena kenaikan biaya operasional yang dipicu kenaikan harga BBM, secara tidak langsung dibebankan pada mereka. Cukup miris bukan

Sebagai gambaran menurut hasil Survey rantai nilai kegiatan IPDMIP di Daerah Irigasi (DI) Batang Petok pada tahun 2021 yang lalu Petani dengan kepemilikan lahan 0,5 hektar kebawah hanya mendapatkan keuntungan bersih setelah dikelurkan berbagai macam komponen biaya , sebesar 170,- Rupiah per kg gabah dengan keuntungan rata-rata per hektar 722,843 Rupiah. 

Berdasarkan angka ini keuntungan dari hasil panen gabah sangat kecil dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sudah selayaknyalah kita angkat jempol untuk petani padi kecil.

Namun terlepas dari itu semua, kita tentu penasaran mengapa petani masih mau melakoni usaha tani padi sawah, padahal jelas-jelas keuntungan yang diperolehnya sangat kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun