Mohon tunggu...
faris rubiansyah
faris rubiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - belajar

vox populi, vox dei.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rahasia Selat di Indonesia

19 Juli 2019   11:30 Diperbarui: 19 Juli 2019   11:52 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selat Malaka (palembang.tribunnews.com)

Sekitar tujuh puluh persen wilayah bumi adalah perairan. Manusia terdahulu sangat menggantungkan kehidupannya kepada perairan, sejarah mencatat bahwa peradaban pertama selalu berada di dekat perairan---tepi sungai atau tepi laut.

Perairan juga menjadi tempat awal manusia dapat bertemu dengan manusia lain dari tempat dan daratan lain. Penjelajahan dan penjajahan, selalu berawal dari laut, bahkan nenek moyang kita merupakan seorang pelaut.
Lautan merupakan awal dari pengetahuan kita bahwa ada daratan lain di dunia ini selain daratan yang kita tinggali.

Negara Republik Indonesia, kurang lebih 2/3 wilayah teritorial nya adalah lautan. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang memiliki lautan yang luasnya melebihi Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan wilayah perairan terbesar di dunia. Dengan hanya mengandalkan wilayah laut nya saja, seharusnya kita dapat menjadi negara yang sangat besar (tanpa memerhatikan kekayaan alam dan kandungan bumi yang berlimpah, cukup lautnya saja), bagaimana caranya?

Di dunia ini terdapat enam major straits atau selat besar yang menjadi pusat transportasi laut, dan dua di antara enam itu terdapat di Indonesia, yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda.

Selat Malaka dilintasi sekitar 100.000 mother vessel (kapal pengangkut berkapasitas besar) dalam satu tahun, kapal-kapal tersebut berasal dari negara-negara produsen seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, untuk dikirim ke Amerika Utara dan Eropa, dan dari Timur Tengah (negara-negara penghasil minyak) untuk dikirim ke Jepang dan Amerika Serikat. 

Sementara Selat Sunda, selalu dilintasi oleh kapal-kapal Amerika Serikat yang berlayar dari Vanuatu menuju Srilanka (Wilayah Armada Ketujuh Amerika atau Seventh Fleet yang bermarkas di Honolulu, Hawaii).

Selain Selat Malaka dan Selat Sunda, wilayah laut Indonesia yang dilewati kapal dari luar negeri adalah Selat Lombok dan Selat Makassar. Kapal-kapal Australia yang ingin berlayar menuju Jepang selalu melewati kedua selat tersebut.
Kapal-kapal yang melintasi wilayah teritorial Indonesia tidak dikenakan pajak.

Dulu di Selat Malaka pernah berkuasa sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Sriwijaya yang mampu menjadi kerajaan yang sangat besar karena memanfaatkan setiap kapal yang melewati Selat Malaka dengan dikenakan pajak.

Sementara mata uang kita, Rupiah, hingga hari ini selalu mengalami penurunan, hal ini diakibatkan total belanja negara lebih besar dari total pendapatan negara. Terdapat gap antara belanja dengan pendapatan yang selalu diatasi dengan utang. Posisi  Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2019 sebesar 389,3 miliar USD atau sekitar 5.528 trilun Rupiah.

Jika Indonesia menerapkan sistem yang sama seperti Sriwijaya, apa yang akan terjadi pada perekonomian ktia?

Jika seluruh wilayah kepulauan Indonesia ditutup, kapal-kapal dari Australia yang akan menuju ke Jepang akan berlayar memutari wilayah timur Papua Nugini, begitupun kapal-kapal dari Jepang yang akan menuju Eropa. Hal ini akan membuat seluruh pelayaran akan memakan waktu tujuh hari lebih lama dan kenaikan biaya sebesar sepuluh persen. Tentu, kapal-kapal itu akan memilih untuk tetap melintasi wilayah Indonesia dengan membayar pajak.

Pajak yang dikenakan kepada kapal yang melintas cukup satu USD per satu ton. Kapal yang melintasi Selat Malaka dalam satu tahun berjumlah sekitar 100.000 mother vessel, dan beberapa kapal-kapal kecil lain. 

Satu mother vessel memiliki kapasitas 11.000-20.000 TEUS atau Twenty Foot Equipment Unit, yang dimana satu TEUS sama dengan 22,1 ton. Berarti, untuk satu mother vessel yang melintas, akan dikenakan pajak sebesar 243.100-442.000 USD atau sekitar tiga setengah sampai enam setengah miliar rupiah, untuk satu kapal. 

Jika dalam satu tahun ada 100.000 kapal yang melintas, total pendapatan negara yang berasal hanya dari pajak kapal yang melewati Selat Malaka berjumlah 350-650 triliun rupiah. Jumlah tersebut belum termasuk pendapatan dari Selat Sunda dan Selat Lombok.

Dengan penerapan sistem ini, dalam satu tahun pendapatan negara akan surplus, Indonesia tidak melanjutkan utang, dan utang Indonesia akan terselesaikan dalam waktu sekitar lima tahun. Tentu jika hal ini terjadi, mata uang kita akan menguat dan perekonomian Indonesia akan jauh lebih baik. Mengapa tidak pernah diterapkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun