Mohon tunggu...
Farikhah Laili
Farikhah Laili Mohon Tunggu... mahasiswa

saya suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

A student Perspective on Violence and Role of Character Education

17 Juni 2025   22:58 Diperbarui: 17 Juni 2025   22:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Video penganiyaan yang melibatkan pelajar MH (14) oleh RZ (15) di Pidie Jaya, Aceh yang sempat viral, menyoroti insiden kekerasan di lingkungin sekolah yang disaksikan banyak siswa lain. Respon cepat dari kepolisian dan imbauan agar konten video tidak disebarluaskan menandakan betapa kompleks dan merugikannya kejadian semacam ini. Fenomena kekerarasan di sekolah seperti yang terjadi pada MH ini sesuai dengan temuan Annisyah Ramadhani (2024) dalam jurnalnya "Maraknya Kekerasan Pada Lingkungan Sekolah" yang menjelaskan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman, justru seringkali menjadi lokasi terjadinya kekerasan terhadap anak, baik yang dilakukan oleh guru maupun sesama siswa. Physical bullying remains a serious issue among Indonesiastudents, often occurring outside classroom hours and in poorly  supervised areas.

This case also reflects a lack of attention to students moral and social-emotional development. Nurhelis dan Berlian Guton (2024) dalam jurnal "Pencegahan Bullying Melalui Pendidikan Karakter dalam Ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan" menegaskan bahwa bullying yang termasuk dalam kategori kekerasan anak dapat dicegah secara efektif melalui Pendidikan karakter. Mereka menekankan pentingnya Pendidikan karakter untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan etika moral pada siswa, agar mereka memiliki pedoman berperilaku yang baik.

 Kejadian seperti kasus MH menunjukkan adanya kelemahan dalam penerapan pendidikan karakter yang efektif di lingkungan pendidikan. Respon para siswa yang hanya menonton tanpa melakukan tindakan juga mencerminkan adanya masalah sosial yang membutuhkan perhatian. Melalui kedua jurnal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa upaya pencegahan kekerasan memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk guru, orangtua, serta lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu, upaya kolektif dari berbagai pihak sangat esensial untuk mengatasi tantangan ini.

Hasil wawancara

        Untuk melengkapi analisis kasus kekerasan pelajar dari Aceh ini. Saya mewawancarai dua mahasiswa dari latar belakang yang berbeda untuk memperoleh perspektif tambahan mengenai fenomena tersebut

Narasumber 1

Anissatun Nafisah jurusan PAI, Universitas Al-Hikam

1.Pertanyaan :

Setelah Anda membaca atau mengetahui tentang kasus kekerasan pelajar seperti yang terjadi di Aceh ini, menurut anda, apa penyebab utama maraknya kasus serupa di lingkungan sekolah saat ini?

Jawaban :

Parenting style and environment greatly influence student behavior.

2.Pertanyaan :

Bagaimana menurut Anda mengenai peran Pendidikan, baik di sekolah maupun di keluarga, dalam mencegah kekerasan antar pelajar? Apakah menurut Anda pendidikan karakter sudah cukup efektif diterapkan?

Jawaban :

Belum efektif, terutama di pendidikan keluarga. Lingkungan keluarga kurang menyadari perannya sebagai pendidikan pertama dan terlalu menyerahkan semua urusan pendidikan kepada sekolah.

3.Pertanyaan :

Sebagai mahasiswa, menurut Anda apa yang bisa kita lakukan, atau apa peran kita, untuk menciptakan lingkungan kampus atau masyarakat yang lebih aman dan bebas dari kekerasan, khususnya di kalangan remaja dan pelajar?

Jawaban :

Mempertajam kembali sistem pendidikan terutama pendidikan karakter, baik di pendidikan keluarga sekolah atau masyarakat

Narasumber 2

Nurisya Fara Isharul Haq jurusan PAI, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

1.Pertanyaan :

Setelah Anda membaca atau mengetahui tentang kasus kekerasan pelajar seperti yang terjadi di Aceh ini, menurut anda, apa penyebab utama maraknya kasus serupa di lingkungan sekolah saat ini?

Jawaban :

Penyebab utama dari kasus ini bersifat kompleks. Bisa karena pengaruh lingkungan pergaulan yang sehat, kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru. Dan ditambah saat ini masuk pada era digital, media sosial seringkali menjadi pemicu karena konten kekerasan mudah di akses atau sebagai ajang pamer perilaku negatif.

2.Pertanyaan :

Bagaimana menurut Anda mengenai peran Pendidikan, baik di sekolah maupun di keluarga, dalam mencegah kekerasan antar pelajar? Apakah menurut Anda pendidikan karakter sudah cukup efektif diterapkan?

Jawaban :

Pendidikan itu sangat penting baik di sekolah maupun keluarga. Character education is often seen as just another subject, rather than being practicedin everyday life. Sedangkan di keluarga, orang tua seharusnya menjadi teladan dalam mengajarkan empati dan penyelesain secara damai, namun peran ini seringkali terabaikan karena kesibukan.

3.Pertanyaan :

Sebagai mahasiswa, menurut Anda apa yang bisa kita lakukan, atau apa peran kita, untuk menciptakan lingkungan kampus atau masyarakat yang lebih aman dan bebas dari kekerasan, khususnya di kalangan remaja dan pelajar?

Jawaban :

Mahaiswa mempunyai peran yang besar dalam menciptakan linhkungan aman, dimulai dari pribadi yang tegas nenolak segala bentuk kekerasan. Selain itu mahasiswa juga bisa mengedukasi para pelajar atau rekan pelajar mengenai pentingnya sikap toleran dan dampak negatif kekerasan.


Kesimpulan

Dari hasil wawancara dengan dua mahasiswa, diketahui bahwa kekerasan di kalangan pelajar terjadi karena banyak faktor, seperti pola asuh yang kurang tepat, lingkungan pergaulan yang buruk, kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru, serta pengaruh media sosial yang menampilkan kekerasan secara bebas. Character education has not been effectively implemented, especially within families, where parents often neglect their role in shaping children's values.

Sebagai mahasiswa, kita punya peran besar dalam menciptakan lingkungan yang aman. Kita bisa mulai dari diri sendiri dengan menolak kekerasan dan memberi contoh yang baik. Kita juga bisa ikut menyebarkan nilai-nilai toleransi dan pentingnya menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, misalnya melalui media sosial atau kegiatan edukatif lainnya.

Kasus ini mencerminkan pentingnya memperkuat nilai-nilai etika dan kepribadian dalam diri pelajar. Pendidikan tidak cukup mengembangkan aspek akademik, tetapi juga harus membentuk karakter yang bertanggung jawab dan berempati. Dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, hal ini ssejalandengan tujuan membentuk warga negara yang cerdas dan beradab (smart and good citizen), yang mampu hidup harmonis dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Therefore, character education must be consistently instilled in families, schools, and society as a foundation for nurturing a moral, tolerant, and peaceful generation.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun