Mohon tunggu...
Farianty Gunawan
Farianty Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Smart Traveller, Travel Consultant, Christian-Holyland Expert, Happy Baking Learner,

A wife for best husband and a mother of wonderful best two grown up daugther and son. Being in Travel Industry since 1992. Love to learn the new right things. Pray first and do the best

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wisata Kuliner Heritage Gowes Sepeda

15 Februari 2022   19:00 Diperbarui: 15 Februari 2022   19:03 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat gowes dimulai dari sini. Sumber : dokumen pribadi

Seiring mulainya pandemi 2020, banyak waktu luang karena mayoritas bisnis menurun, dan  mungkin juga karena disarankan melakukan aktivitas luar ruang atau di rumah aja, maka jumlah goweser mendadak meningkat tajam, pun transaksi sepeda, peralatan dan perlengkapannya. Sampai pernah satu sepeda merek tertentu melambung tinggi ke awan (baca: impian) dan menjadi bahan tertawaan bangsa lain (pernah diposting di FB). Sekarang ada beberapa yang masih bertahan di atas sadel sepeda,  ada juga yang sudah menjual sepeda nya gegara dimarahin istri yang cemburu karena merasa disaingi oleh sepeda (berusaha menahan tawa).

Ada yang memang sudah rajin bersepeda sejak muda (baca: sebelum pandemi) ada juga yang mulai kecanduan gowes gegara ketemu komunitas yang cucok sejak awal pandemi, sehingga kalau ngga gowes rasanya ada yang kurang.

Bagi yang jeli melihat peluang bisnis, hiruk pikuk nya goweser dijadikan lahan usaha. Beragam jenis perlengkapan termasuk pakaian, kaca mata, botol minum, tas pinggang, tas peralatan service darurat,  wadah untuk semua barang yang bisa digantung/nempel di sepeda serta pernak pernik pesepeda seperti stickers, loud speaker dan sebagainya,  vitamin penambah daya tahan, , makanan dan minuman baik yang dikonsumsi harian ataupun yang dijajakan sepanjang lintasan pesepeda.

Rute lintasan pun sangat beragam. Ada yang suka bersepeda di kota dan sesekali blusukan di kampung-kampung terutama untuk berinteraksi dengan budaya dan kulinernya. Ada juga yang suka bersepeda antar kota/negara dan bahkan lintas alam dengan tanjakan dan turunannya serta cuaca yang tidak menentu penambah asupan "adrenalin."

Motivasi juga pasti beragam. Ada teman yang tadinya "anti olga" tetapi sejak berkenalan dengan komunitas pesepeda... tidak ada wiken tanpa bersepeda, bahkan bersepeda sendirian pun jadi. Ada juga yang ingin "lari" dari rutinitas selama ini atau mencari kenalan baru. Ada pula yang mendirikan komunitas pesepeda karena kesamaan daerah asal atau se-almamater atau cukup sekeluarga atau pasutri saja.

Minggu lalu, teman seangkatan baru saja bercerita tentang "nyaris" yang dialaminya, karena rem sepedanya tidak dapat berfungsi sebagaimana seharusnya. Puji TUHAN, dia selamat, hanya ada memar dan sepedanya lecet sedikit. Mungkin banyak yang sudah tahu tentang pesepeda yang terlalu lelah atau kecelakaan karena memakai ban atau rem yang kurang cocok untuk medan yang dilalui, sehingga menyebabkan nyawa melayang.

Dari sekilat tulisan di atas, ternyata banyak cerita seputar sepeda ya...

Naaah... akhir Januari 2022, saya yang sedang berada di Bandung untuk menghadiri Musda DPD ITLA Jawa Barat, diberikan kesempatan gowes. Awalnya agak ragu karena belum pernah bersepeda di jalan raya yang ramai apalagi rute yang direncanakan cukup jauh. Kuat ga ya???

Akhirnya, undangan diterima dengan doa dan usaha, bangun pagi lalu siapkan peralatan "perang" dan berjuang mencapai cita2... ha...ha...ha... ya harus mengerti diri sendiri yang jarang olah raga walaupun tiap hari melakukan peregangan (stretching) selama kurang lebih 10-15 menit.

Sepeda dibawa dari Jakarta dengan menggunakan mobil (yang dilepas kursi belakangnya, sehingga dapat memuat 4 buah sepeda (ingat yaaa sepeda harus diikat dengan tali karet supaya tidak berbenturan satu dengan yang lain atau dengan badan mobil bagian dalam).

Dari penginapan di sekitar Paskal, kami ber-4 memulai gowes jam 7 pagi (kesiangan yaaaa).  Setelah berdoa, salah seorang dari kami membuka google map menuju tempat-tempat yang sempat diberikan oleh urang Bandung.

Pertama ke Gedung Sate, supaya sah terbukti gowes di Bandung goweser harus berfoto di depan Gedung Sate Bandung. Ternyata google map menuntun ke belakang gedung, setelah rerouting, sampailah di depan nya dan hari Minggu itu, Gedung Sate adalah salah satu tempat tujuan favorit, baik untuk "hanya" berfoto, duduk-duduk, melintas atau berjalan-jalan di sekitarnya, maka tak heran banyak pedagang gerobak dan asongan sehingga terlihat beberapa anggota keamanan mengatur arus lalu lintas kendaraan dan manusia.

Tempat wajib pose foto saat di Bandung. Sumber : dokumen pribadi
Tempat wajib pose foto saat di Bandung. Sumber : dokumen pribadi

Selanjutnya, lapaaaar... langsung gugling ke kupat tahu "Gempol," ternyata lagi... antreeee pembeli baik yang dine in maupun yang ojol/take a way. Waduuuh... salah satu dari kami mencari toilet... yang ada toilet pasar, ngga jadi deh. Fokus makan aja menikmati kupat tahu viral yang bagi kami rasanya biasa saja, tapi tetap puas karena udah mencoba kuliner viral, wkwkwkwk...

foto ditampilkan tanpa disponsori ya... tolong dicatat
foto ditampilkan tanpa disponsori ya... tolong dicatat

Saat menunggu datangnya kupat tahu, saya mencoba mampir ke rumah teman lama saat berkuliah di Stiepar Yapari Bandung yang sudah lama bermukim di Gempol Kulon, dan kunjungan ala "sidak," itu membuahkan hasil, "teteh" Kiki Wahyuningsih yang sekarang menjadi Ibu Ketua RT ada di rumahnya dan menawarkan menjadi "local guide" untuk melihat "heritage" rumah-rumah jadoel di Gempol.

Bersama Ibu Ketua RT yang menjadi sukarelawan
Bersama Ibu Ketua RT yang menjadi sukarelawan "local guide." Sumber : dokumen pribadi

Dengan menuntun sepeda kami menyusuri "outer ring road" Gempol yang termasuk daerah "Ring 1" dari Kota Bandung karena letaknya berdekatan dengan Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan Kota Bandung Raya. Ternyata masih banyak rumah-rumah asli yang dipertahankan bentuk bangunannya walaupun direnovasi, terutama oleh penghuni aslinya. Di salah satu sudut jalan kecil (hanya memuat satu motor), terlihat satu rumah paling tua di Gempol yang ditempati oleh Ibu RW yang masih menjabat hingga tulisan ini diterbitkan. Bentuk atap dan dindingnya masih asli. Serasa berada di pedesaan Bandung tempo doeloe.

"Blusukan" di Gempol. Sumber : dokumen pribadi

Rumah tertua di Gempol yang masih dihuni dan dipelihara hingga saat ini. Sumber : dokumen pribadi
Rumah tertua di Gempol yang masih dihuni dan dipelihara hingga saat ini. Sumber : dokumen pribadi

Dari Gempol, perjalanan kuliner ke Surabi Cihapit, antreee lageee hahahahaha... ya demi nyicip makanan viral. Ada surabi original (kuah kinca yaitu santan dan gula aren), surabi kinca duren, surabi coklat meses, keju dsb termasuk surabi kekinian yaitu surabi dengan topping asin seperti oncom, telor dengan berbagai varian pedas dan bumbu2 lainnya. Oh iya, kalau ikutin google map maka akan diarahkan ke Surabi Cihapit "baru" yang warungnya ada atap dan lebih nyaman, tapi jika mau makan Surabi Cihapit yang aseli,  silahkan mencari warung surabi lain sekitar 100 meteran, letaknya pas di sebelah toko kelontong (mirip mini mart) dan bila ada yang mau ke toilet juga bisa menumpang di toko ini gratis (sebaiknya berbelanja 1-2 barang di toko ini sebagai ucapan terima kasih, misalnya minuman yang tidak tersedia di warung serabi)

Km 0 Bandung. Sumber : dokumen pribadi
Km 0 Bandung. Sumber : dokumen pribadi

Tak terasa waktu terus berjalan, pukul 10.30 kami meninggalkan lapak surabi menuju ke Warung Kopi Purnama Jl. Alkateri. On the way, kami menyempatkan diri menyusuri Jl. Asia Afrika dan berfoto di penanda Km. 0 namun tidak sempat mengambil foto di depan Hotel Preanger dan Hotel Savoy serta Gedung Konferensi Asia Afrika yang terkenal dengan sejarahnya, karena terbatasnya waktu (harus check out dari hotel pukul 13.00 yang seharusnya pukul 12.00).

Hampir pukul 12 siang, gerobak pedagang di depan warung sudah tidak ada, waktunya berfoto tjakeup. Sumber : dokumen pribadi
Hampir pukul 12 siang, gerobak pedagang di depan warung sudah tidak ada, waktunya berfoto tjakeup. Sumber : dokumen pribadi

Tiba di depan Warung Kopi Purnama, terlihat kang bubur yang mangkal di samping sudah merapikan lapaknya, pengunjung masih cukup ramai. Petugas mempersilahkan kami mencuci tangan di zink yang disediakan di tepi trotoar, lalu petugas menghitung jumlah orang yang masuk dengan yang di dalam dan yang akan keluar, barulah kami dipersilahkan masuk ke meja sekian. Cukup terasa suasana interior membawa kami ke masa lalu. Setelah memesan beberapa menu andalan seperti roti kotak, coklat susu, dsb, kami berfoto dengan "masa lalu." Usai tegukkan terakhir, kami langsung beranjak untuk kembali ke hotel di PasKal (Jl. Pasir Kaliki).

Sumber : dokumen pribadi
Sumber : dokumen pribadi

Facade masa itu. Sumber : dokumen pribadi
Facade masa itu. Sumber : dokumen pribadi

Tepat pukul 12 siang, kami membersihkan diri dan check out dari hotel. Masih berencana untuk mampir makan Bubur Ayam Gibbas Jl. Kebon Jati 189 tapi sayang sekali hari Minggu itu warung tutup, artinya harus kembali lagi ke Bandung wkwkwkwkwk...

Mar-Ki-Pul (Mari kita pulang)... sengaja mampir di Toko Oleh2 Prima Rasa, tujuannya beli picnic roll isi daging ayam atau daging sapi (sekitar 80 ribu rupiah) dan pas datang , pas matang, dan beberapa pembeli setelah kami kehabisan picnic roll yang enak itu hohoho...

On the way ke jalan toll, masih penasaran dengan bubur, akhirnya mampir ke Warung Bubur H. Amid dengan tekstur buburnya yang kental. Lumayan deh kampung tengah udah penuh, waktunya bablas ke Jakarta... aku kan kembaliiiii...

Ketika kami sedang menikmati kuliner sepanjang perjalanan, salah satu dari kami berkata... banyak goweser gemar memacu adrenalin dengan membelah jalan-jalan off the road atau jalan aspal curam dan menanjak, tetapi biarlah kami di sini menikmati nyamannya hidup santai, makanan enak dan mengenal budaya nya serta berinteraksi dengan penduduk setempat. Sama-sama menambah kualitas diri, membuka wawasan walaupun dengan cara yang berbeda.

Anda memilih yang mana?

Bagi saya, semua nya menarik, namun yang harus diingat yaitu kesadaran diri untuk mengenal "keterbatasan diri" masing-masing yang tentunya berbeda dalam tiap pribadi. Usia, latar belakang, pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, Kesehatan, kemampuan materiil dan moril, serta keberadaan dalam komunitas termasuk keluarga dan temans itu yang menjadi pertimbangan dari semua keputusan/pilihan yang kita akan jalani.

At the end of the day... apapun rencana kita, biarlah kehendak TUHAN sang pencipta saja yang terlaksana.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun