Mohon tunggu...
Farhan Adi Saputra
Farhan Adi Saputra Mohon Tunggu... Ilmu Administrasi Publik

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Isu Kehadiran Perusahaan Tambang di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima: Antara Pembangunan dan Ancaman

27 September 2025   14:57 Diperbarui: 27 September 2025   15:24 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alam Desa Poja Kec. Sape-Bima (Sumber Foto:https://ntb.jadesta.com/desa/poja) 

Masih segar dalam ingatan masyarakat Bima sebuah peristiwa kelam yang terjadi lebih dari satu dekade lalu. Tepatnya pada tahun 2011, tanah Sape dan Lambu menjadi saksi penolakan besar-besaran terhadap kehadiran perusahaan tambang. Penolakan tersebut tidak hanya berujung pada demonstrasi, tetapi juga memunculkan tragedi berdarah yang hingga kini masih membekas di benak masyarakat. Trauma sejarah itulah yang membuat kabar terbaru mengenai isu kehadiran perusahaan tambang di Desa Poja, Kecamatan Sape, kembali memantik keresahan publik, terutama di jagat media sosial seperti Facebook (FB) .

Penulis sendiri pertama kali mengetahui isu ini saat membuka aplikasi FB dan mendapati unggahan beberapa teman, salah satunya akun bernama Arif Rahman Ahmad yang diunggah tanggal 25 September 2025. Dalam unggahannya, ia mengabarkan adanya perusahaan tambang yang disebut-sebut akan beroperasi di wilayah administratif Desa Poja. Hal ini diperkuat dengan tersebarnya video sosialisasi oleh pihak yang katanya dari pihak perusahaan tambang di salah satu kediaman masyarakat Desa Poja di hari yang sama. Isu ini semakin menggelitik perhatian karena Desa Poja sendiri sedang diliputi berbagai persoalan, mulai dari belum tuntasnya perizinan operasional tambak udang hingga kasus hukum yang menjerat Kepala Desa Poja, Bapak Robi Darwis, terkait insiden pembakaran kantor Inspektorat Kabupaten Bima.

Secara geografis, Desa Poja adalah desa dengan wilayah terluas di Kecamatan Sape, yaitu mencapai 61,19 km (BPS). Dari 18 desa yang ada di kecamatan ini, Poja juga menjadi desa dengan lokasi paling jauh dari pusat ibu kota kecamatan, dengan jarak sekitar 15 km. Kondisi geografis yang luas, ditambah kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah, membuat desa ini dianggap memiliki potensi besar untuk dieksploitasi.

Tak heran jika dalam beberapa tahun terakhir, Desa Poja menjadi incaran para pelaku usaha, baik lokal, nasional, maupun asing. Beberapa aktivitas usaha yang sudah berjalan antara lain tambak udang milik pengusaha lokal Sape serta pembangunan villa milik warga negara asing. Potensi ini bisa menjadi berkah bagi pembangunan desa, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah serius jika tidak dikelola secara bijak.

Antara Pembangunan dan Ancaman

Hadirnya dunia usaha dan industri memang kerap dijadikan indikator percepatan pembangunan daerah. Aktivitas ekonomi skala besar diyakini dapat membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan asli daerah, serta mendatangkan investasi baru. Namun, jika implementasinya tidak diatur dengan regulasi yang jelas dan ketat, justru akan menjadi bumerang.

Logika dunia usaha adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dalam proses itu, kepentingan masyarakat lokal sering kali diabaikan. Inilah yang dikhawatirkan terjadi di Desa Poja jika isu kehadiran tambang benar-benar terbukti

Pertambangan adalah aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang berisiko tinggi. Komoditas seperti minyak bumi, gas alam, batubara, emas, tembaga, hingga nikel, semuanya meninggalkan jejak kerusakan pada lingkungan. Hutan gundul, air tanah tercemar, udara penuh debu, hingga laut yang tidak lagi produktif adalah potret nyata di berbagai daerah tambang di Indonesia.

Selain itu, tambang juga berdampak pada keberlangsungan hidup manusia. Sumber mata air yang tercemar akan menghancurkan pertanian dan merusak ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan. Belum lagi dampak sosial yang muncul, seperti pergeseran budaya lokal, maraknya prostitusi, narkoba, dan peredaran minuman keras. Dampak tersebut merupakan fenomena yang lazim dan selalu mengikuti kawasan tambang.

Negara sebenarnya sudah mengatur aktivitas pertambangan melalui berbagai instrumen hukum, mulai dari AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), kajian sosiologis, hingga perlindungan terhadap masyarakat adat. Di atas kertas, aturan tersebut tampak rapi dan menjanjikan. Namun, implementasi di lapangan jauh panggang dari api.

Sering kali, celah aturan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dengan praktik suap, kolusi, dan lobi politik. Aparat penegak hukum pun tak jarang masuk dalam lingkaran permainan. Inilah yang menambah kekhawatiran penulis ketika membaca isu tentang rencana masuknya perusahaan tambang di Desa Poja.

Mayoritas warga Desa Poja menggantungkan hidup sebagai petani dan nelayan. Kehadiran tambang tentu menjadi ancaman serius. Pertanian yang membutuhkan air bersih akan terganggu, sementara nelayan akan menghadapi menurunnya kualitas air laut akibat limbah.

Selain itu, masyarakat Poja juga menghadapi tantangan kultural. Masuknya pekerja tambang dari luar daerah berpotensi memicu konflik sosial karena perbedaan pola hidup dan nilai budaya. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa konflik horizontal semacam ini sangat sulit dihindari.

Pengalaman pahit tragedi Lambu tahun 2011 yang pernah terjadi di tanah Sape-Lambu Kabupaten Bima seharusnya menjadi pelajaran berharga. Saat itu, masyarakat berhadapan langsung dengan aparat hanya karena mempertahankan tanah dan lingkungan mereka. Luka itu belum sepenuhnya sembuh, dan kini isu yang sama kembali menghantui masyarakat di wilayah tanah Sape-Lambu yaitu Desa Poja.

Jika pemerintah daerah tidak segera turun tangan, dikhawatirkan sejarah kelam tersebut akan terulang. Isu tambang bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga soal kelangsungan hidup, budaya, dan keamanan sosial masyarakat.

Penutup

Melihat kompleksitas persoalan ini, penulis menegaskan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Bima tidak boleh tinggal diam. Pemerintah harus segera melakukan investigasi, mengklarifikasi isu yang beredar, dan memberikan kepastian kepada masyarakat. Keterbukaan informasi menjadi kunci agar tidak terjadi simpang siur yang dapat memicu kegaduhan.

Lebih dari itu, setiap kebijakan tentang tambang harus mengutamakan kepentingan masyarakat lokal, menjaga kelestarian lingkungan, dan menjunjung tinggi etika serta hukum. Jangan sampai Desa Poja menjadi korban baru dari kerakusan modal dan lemahnya penegakan aturan.

Harapannya, isu ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menentukan arah pembangunan. Desa Poja dengan segala potensinya memang layak berkembang, tetapi bukan dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakatnya. Jangan biarkan sejarah kelam Lambu 2011 terulang kembali di tanah Poja.

Referensi:

Arif Rahman Ahmad. (2025). Status Facebook tentang isu kehadiran tambang di Desa Poja, 15 Januari 2025t

https://www.facebook.com/share/p/1F8JRiojZJ/

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima. (2023). Kecamatan Sape dalam Angka 2023. Bima: BPS Kabupaten Bima.

Kompas.com. (2011). Presiden Perintahkan Investigasi Insiden Bima [Artikel daring].

https://nasional.kompas.com/read/2011/12/26/05154890/index.html?page=all

Kompas.com.(2024).DampakS negatif Industri Tambang, Sosial hingga Lingkungan [Artikel daring].

https://lestari.kompas.com/read/2024/06/27/080000386/dampak-negatif-industri-tambang-sosial-hingga-lingkungan?page=all

SPI (Serikat Petani Indonesia). (2011). Tragedi Bima: Letupan Pertanda Semakin Hancurnya Tatanan Berbangsa dan Bernegara.

https://spi.or.id/tragedi-bima-letupan-pertanda-semakin-hancurnya-tatanan-berbangsa-dan-bernegara/

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun