Sering kali, celah aturan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dengan praktik suap, kolusi, dan lobi politik. Aparat penegak hukum pun tak jarang masuk dalam lingkaran permainan. Inilah yang menambah kekhawatiran penulis ketika membaca isu tentang rencana masuknya perusahaan tambang di Desa Poja.
Mayoritas warga Desa Poja menggantungkan hidup sebagai petani dan nelayan. Kehadiran tambang tentu menjadi ancaman serius. Pertanian yang membutuhkan air bersih akan terganggu, sementara nelayan akan menghadapi menurunnya kualitas air laut akibat limbah.
Selain itu, masyarakat Poja juga menghadapi tantangan kultural. Masuknya pekerja tambang dari luar daerah berpotensi memicu konflik sosial karena perbedaan pola hidup dan nilai budaya. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa konflik horizontal semacam ini sangat sulit dihindari.
Pengalaman pahit tragedi Lambu tahun 2011 yang pernah terjadi di tanah Sape-Lambu Kabupaten Bima seharusnya menjadi pelajaran berharga. Saat itu, masyarakat berhadapan langsung dengan aparat hanya karena mempertahankan tanah dan lingkungan mereka. Luka itu belum sepenuhnya sembuh, dan kini isu yang sama kembali menghantui masyarakat di wilayah tanah Sape-Lambu yaitu Desa Poja.
Jika pemerintah daerah tidak segera turun tangan, dikhawatirkan sejarah kelam tersebut akan terulang. Isu tambang bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga soal kelangsungan hidup, budaya, dan keamanan sosial masyarakat.
Penutup
Melihat kompleksitas persoalan ini, penulis menegaskan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Bima tidak boleh tinggal diam. Pemerintah harus segera melakukan investigasi, mengklarifikasi isu yang beredar, dan memberikan kepastian kepada masyarakat. Keterbukaan informasi menjadi kunci agar tidak terjadi simpang siur yang dapat memicu kegaduhan.
Lebih dari itu, setiap kebijakan tentang tambang harus mengutamakan kepentingan masyarakat lokal, menjaga kelestarian lingkungan, dan menjunjung tinggi etika serta hukum. Jangan sampai Desa Poja menjadi korban baru dari kerakusan modal dan lemahnya penegakan aturan.
Harapannya, isu ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menentukan arah pembangunan. Desa Poja dengan segala potensinya memang layak berkembang, tetapi bukan dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakatnya. Jangan biarkan sejarah kelam Lambu 2011 terulang kembali di tanah Poja.
Referensi:
Arif Rahman Ahmad. (2025). Status Facebook tentang isu kehadiran tambang di Desa Poja, 15 Januari 2025t