Mohon tunggu...
M Chusni Farid
M Chusni Farid Mohon Tunggu... Human Resources - penikmat cerita yang suka bercerita

mahasiswa jurusan bahasa dan sastra arab. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sukar Bersyukur

2 Maret 2021   19:06 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hidup serba berkecukupan membuat seseorang melupakan satu hal kecil, rasa terlalu nyaman membuat angan. Seringkali mendongak ke atas, melihat ke langit yang begitu berjarak dan melupakan tanah yang setiap hari dipijak".

Gustam, seorang anak dari kaji Kardan. Bapaknya seorang santun dan terpelajar. memiliki kekayaan yang melimpah. seperti tanah persawahan yang luasnya puluhan hektar dan tambak ikan, sehingga mempekerjakan orang lain untuk menggarapnya. Omset setiap tahunnya bisa membeli lahan persawahan baru.

Walaupun bapaknya seorang yang kaya hati begitu juga kekayaan  materialistik,  justru Gustam berkebalikan seratus delapan puluh derajat. ia menjadi pribadi yang miskin. berwatak keras, susah diatur dan keras kepala. tidak pernah sekalipun ia bertutur kata lembut di hadapan kedua orang tuanya apalagi para tetangganya. kerap kali ia berurusan dengan tetangga kanan-kiri rumah sebab masalah sepele. tingkahnya hanya bikin malu keluarganya saja.

Ia tetap tinggal serumah dengan kedua orang tuanya. Namun sikap dan hatinya tidak mencerminkan bahwa ia merupakan anaknya. Berbeda 180 derajat. Perbedaan ini pertama kali tampak setelah Gustam pisah dari kedua orang tuanya. Guna menuntut ilmu.

15 tahun silam, Gustam menganggap ia dibuang. Ditempatkan jauh dari kedua orang tuanya. Tidak lagi bisa menikmati fasilitas di rumah seperti nonton televisi dan bermain plyastasion. Rencana awalnya untuk bersekolah di tempat favorit, hancur seketika, ketika titah bapaknya menyuruh untuk pergi sekolah di luar. Jauh dari rumah. Minimal beda kota.

Hati dan jiwanya saat itu merasa tersakiti, satu dua pilihan sekolah ditawarkan, ia tetap menggeleng dan bersikeras ingin tetap dirumah. Siapa peduli keinginan keras anak kecil, pikirnya saat itu. Penolakan demi penolakan sering terlontar. Namun bukannya penawaran usai. Justru semakin deras banyak pilihan dan dibalut dengan iming-iming ini itu. Gustam polos mengisyaratkan satu hal. Ia ingin di lereng gunung dengan udara sejuk dan hawa dingin.

Sumber menjadi kota awal, tempat baru bagi Gustam  untuk sementara tinggal dengan  Suasana baru dan keadaan baru. Ia harus bisa beradaptasi. Sebuah pondokan kecil terletak di lereng gunung Ciremai. Hari pertama diantar, Gustam banyak diam sepanjang perjalanan sebelum sampai di tempat. Pikirannya melayang ntah ke mana. Raganya teronggok di kursi tengah mobil sedan. Namun jiwanya sedang melalang buana tak karuan.

***

3 tahun pertama ia sudah merasa jengah. Dengan banyaknya kegiatan dan kedisiplinan yang sangat ketat. Hidupnya penuh aturan. Melanggar sedikit tangan melayang. Gustam menahan rasa tidak betahnya selama 3 tahun. selama itu pula perasaan dendam dan bencinya berkobar. Rasa sakit akibat telah dibuang dan menempati tempat penuh penyengsaraan ini. Tiada henti ia terus mengutuk dan memberontak. Raganya mungkin terkurung. Tapi jiwanya ingin bebas. Sebebasnya.

Ujian akhir menjadi akhir pula bagi semua penderitaan dan kesengsaraannya. Potongan-potongan ingatan dari awal ditinggal hingga terbaring pesakitan silih berganti menghiasi. Kepalanya memutar semua ingatan, baik pahit maupun sedikit manis. 

Baginya kenangan terindah selama ini ialah bisa menyatu dengan alam. Saat weekend bercengkrama menaiki bukit. Melihat hamparan hijau seluas mata memandang. Dan ikut berbaring melebur ketika kelelahan. Perasaan benci sedikit meredup. Tetap berkobar dan siap membakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun