Mohon tunggu...
Fauzul Faqih
Fauzul Faqih Mohon Tunggu... Desainer - Desainer Grafis, Copywritter, Penulis lepas yang ingin sekali bekerja di Tempo.

Jakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketimpangan Vaksinasi di Indonesia Hanya Berpihak kepada Jakarta, Jawa, dan Bali

10 Oktober 2021   05:00 Diperbarui: 13 Oktober 2021   20:01 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, beberapa hari lalu, Presiden Jokowi berkata tidak ada negara yang bisa memenangkan pandemi sendirian, maka Indonesia akan turut serta mendorong upaya mempersempit ketimpangan distribusi vaksin.

Ketimpangan vaksinasi memang menjadi kekhawatiran Badan Kesehatan Dunia sejak vaksin Covid-19 masih diteliti. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai negara-negara berpendapatan rendah selalu paling buntut mengakses layanan kesehatan. Itulah sebabnya organisasi ini membentuk inisiatif bernama COVAX, agar akses vaksin bisa adil dan setara di seluruh dunia.

Namun, menurut laporan Amnesty International, 55% masyarakat di negara berpendapatan besar telah divaksinasi, sementara hanya 1% masyarakat di negara miskin telah divaksinasi. Monopoli oleh perusahaan farmasi vaksin, sebut Amnesty, "memicu krisis hak asasi manusia yang tak pernah terjadi sebelumnya."

Apa yang disampaikan Jokowi pada sidang PBB, di satu sisi, adalah perkara yang memang penting disorot. 

Pada masa awal vaksinasi, Indonesia masih sangat bergantung pada produk vaksin Sinovac, saat itu bahkan belum mendapatkan validasi WHO untuk penggunaan darurat. (Sinovac baru mendapatkan izin pada Juni 2021.) Sedangkan merek-merek vaksin lain seperti Moderna, Pfizer, Johnson and Johnson, telah dimonopoli oleh negara-negara kaya. Penyebabnya adalah perusahaan vaksin menolak mentransfer pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi secara massal; di sisi lain, mereka hanya memproduksi dalam jumlah terbatas.

Sebagai gambaran, ketika Indonesia baru melakukan 500 ribu vaksinasi pada 1 Februari 2021, Amerika Serikat yang memproduksi Moderna dan Pfizer telah menggelar 32 juta vaksinasi (64 kali lipat dari Indonesia), berdasarkan Our World in Data. 

Meski demikian, perhatian Jokowi mengenai ketimpangan vaksin memungkiri realitas di dalam negeri sendiri. 

Pasang Ambisi Dulu, Teruji di Lapangan Nanti

Jokowi berambisi target vaksinasi 5 juta dosis per hari. Gongnya, Jokowi menargetkan 208 juta penduduk Indonesia telah selesai divaksinasi pada akhir 2021.

Kenyataannya, rata-rata laju vaksinasi selama September 2021 masih berkutat 1 juta per hari. Angkanya masih di bawah 50% dari target dosis pertama, dan di bawah 30% untuk dosis kedua.

Artinya, jika Jokowi ingin memenuhi ambisinya, vaksinasi dosis pertama harus mencapai 1,27 juta per hari, tak terkecuali akhir pekan. Dan, jika targetnya termasuk dosis kedua (fully vaccinated), vaksinasi harus lebih gencar hingga 1,68 juta per hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun