Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terbakarnya di Negeri Jiran, Baranya Sampai ke Indonesia

17 September 2019   05:00 Diperbarui: 17 September 2019   05:07 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tun Dr. Mahathir Mohamad/tirto.id

Warga Malaysia Justru terbakar semangatnya karena kritikan tajam dari Perdana Menteri Malaysia Tun Dr. Mahathir Mohamad. Isinya adalah terkait dengan lemahnya etos kerja suku melayu.

Di rilis dalam laman blog pribadinya pada (07/09/2019), Mahatir meminta kepada suku melayu untuk bekerja lebih keras untuk mencapai kesuksesan dan berhenti untuk melayangkan kemarahan. Berikut kutipan dari pernyataan Dr. M seperti dirilis oleh kompas.

"Suku Melayu perlu menyadari apa yang terjadi kepada mereka. Sangat disayangkan, sejauh ini mereka belum sadar."
"Suku Melayu masih enggan bekerja dan membiarkan warga asing mengerjakannya, sehingga warga asing membludak mendatangi Malaysia."
"Tujuh juta jumlah mereka bekerja di negara kita. Apa yang akan terjadi dengan suku Melayu jika mereka tidak kunjung sadar,"
"Nasib kita ada di tangan kita sendiri. Marah-marah kepada yang lain tidak akan menyelesaikan persoalan. Suku Melayu tetap miskin karena tidak mau bekerja keras dan serius berbisnis," kata Mahathir mengakhiri kritikannya.

Sebelumnya pada 29 Januari 2019 dikutip dari laman tribunjambi.com, Mahathir juga telah mengkritik Rakyatnya yang pemalas, tak amanah dan tahu malu jika berhutang. 

Sebenarnya bukan kali ini saja disampaikan, bahkan saat berkuasa selama 22 tahun lamanya dari 1981 sampai dengan 2003, sang Dr. M selalu mengingatkan suku Melayu agar tidak bermalas-malasan. 

Siapakah Suku Melayu?
Dikutip dari Wikipedia.org. Suku Melayu adalah sebuah kelompok etnis dari orang-orang Austronesia, terutama yang menghuni Semenanjung Malaya, seluruh Sumatra, bagian selatan Thailand, pantai selatan Burma, pulau Singapura, Borneo pesisir termasuk Brunei, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sarawak dan Sabah pesisir, Filipina bagian barat dan selatan, dan pulau-pulau kecil yang terletak antara lokasi ini, yang secara kolektif dikenal sebagai "Dunia Melayu".

Lokasi ini sekarang merupakan bagian dari negara modern Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei, Burma, Thailand, dan Filipina. Dalam konteks ini, saya hanya akan membahas kondisi suku Melayu dalam persaingan Global, terkait dengan etos kerja, kecuali satu negara yang tidak bisa saya sebut, karena tidak tercantum dalam WCB.

Etos kerja bangsa Indonesia
Di lansir dari Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Angka ini semakin menurun dibandingkan dengan tahun 2001 yang mencapai urutan 46.

Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), China (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55).

Selanjutnya dalam tahun 2016, Indonesia berada di peringkat ke-41 dan naik menjadi peringkat  ke-36 pada tahun 2017. Dalam laporannya WEF disebutkan melakukan perubahan terhadap daya saing globalnya.

Kemudian setahun berikutnya dikutip dari laman portal Ekonomi, pada Kamis, (18/10/2018) daya saing Indonesia menempati peringkat ke-4 di kawasan Asia Tenggara. Peringkat pertama dipegang oleh Singapura (peringkat 2 di dunia), Malaysia (25), dan Thailand (38).

Riwayat 12 tahun terakhir CR Indonesia/tradingeconomic.com
Riwayat 12 tahun terakhir CR Indonesia/tradingeconomic.com

Saat ini, Indonesia naik 11 poin dari sebelumnya di posisi 43 pada tahun 2018, berubah menjadi 32 di tahun 2019. menjadi salah satu negara dengan peningkatan peringkat daya saing tertinggi di Kawasan Asia Pasifik. 

Hal ini dilaporkan oleh International Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking 2019 yang diterbitkan oleh IMD World Competitiveness Center pada tanggal 28 Mei 2019. IMD adalah sekolah bisnis independen berpusat di Swiss yang telah menerbitkan laporan ranking tahunan ini sejak 1989.

Laju perkembangan daya saing Suku Melayu
Laju perkembangan daya saing global antara suku Melayu menunjukkan persaingan yang cukup ketat. Sebagai ilustrasi penting, saya gambarkan ke dalam bagan di bawah ini, daya saing global antar suku melayu dalam kurun waktu 2018.

Laju GCR Suku melayu per-Desember 2018.
Laju GCR Suku melayu per-Desember 2018.

Berdasarkan data Global Competitive Rank 4.0 mengacu pada pada data per-Desember 2018. Bangsa melayu yang menempati GCI tertinggi adalah Singapura dengan nilai 83.48; disusul Malaysia (74.38), Thailand (67.53), Indonesia (64.94), Filipina (62.13), dan Brunei (61.43). berdasarkan rangking dunia itu, Singapura menempati posisi pertama, kemudian Malaysia (25), Thailand (38), Indonesia (45), Filipina (56), Brunei (62).

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa rangking kompetitif dunia untuk suku melayu menempati posisi yang dibilang cukup strategis dari 140 negara di dunia yang telah di survey.

Bangsa Melayu ingin Unggul?, Belajar dari Singapura
Singapura menjadi satu-satunya negara di Melayu terbaik dalam hal global kompetitif rangking dunia. Singapura menempati urutan kedua setelah Amerika pada tahun 2018. Skor yang berhasil dikumpulkan sebesar 83.5 atau selisih lebih sedikit 2.1 dari Negara adikuasa Amerika Serikat.

Riwayat 12 tahun terakhir CR Singapura/tradingeconomic.com
Riwayat 12 tahun terakhir CR Singapura/tradingeconomic.com
Akan tetapi, Berdasarkan laporan terbaru pada Mei 2019, Singapura berhasil menduduki peringkat pertama dunia, di susul Hongkong SAR untuk pertama kalinya di posisi kedua dan Amerika (3). Sedangkan Malaysia (22), Thailand (25), Indonesia (32), Filipina (46). Sementara Brunei terlempar dari posisi sebelumnya.

Berbeda dengan kateogori di atas, berdasarkan The Global Talent Competitiveness Index based on Entrepreneurial Talent and Global Competitiveness, Singapura menempati posisi (2), disusul Malaysia (27), Brunei (36), Filipina (58), Thailand (66), dan Indonesia (67).

Rupanya dalam segala jenis penilaian, Singapura masih menempati posisi puncak, yang berarti negara lain harus belajar kepadanya. Satu yang menjadi perhatian kita Bersama bahwa dari keseluruhan penilaian, bangsa melayu belum pernah terlempar dari posisi 100

Baranya sampai ke Indonesia
Dalam era Revolusi Industri 4.0 ini Indonesia perlu meningkatkan perannya dalam segala bidang. Kritikan tajam Dr. M sekaligus menampar kita yang mana kita adalah bangsa serumpun dengan Malaysia. Tidak terkecuali Singapura, Negeri Jiran memiliki prestasi yang lebih baik dari Indonesia, kita perlu belajar banyak darinya.

Bara kritikan Dr. M harus menjadi pemicu untuk terus maju dan belajar, agar menjadi negara yang mandiri dalam segala bidang. Rangking atau peringkat dunia memang penting, akan tetapi lebih penting lagi melihat fakta dilapangan, bahwa rakyat kita masih membutuhkan uluran tangan pemerintah secara total.

Simpulan
Terbakarnya di Negeri Jiran, Baranya Sampai ke Indonesia bukan judul semata. Sepertinya ungkapan inilah yang pas untuk saat ini. Karena terbakarnya spirit negeri Jiran oleh kritikan Dr. M membawa dampak positif juga untuk Warga Negara Indonesia yang mayoritas bangsa melayu dan masih di butuhkan stamina prima untuk maju.

Sebagai penutup, senada dengan Dr. M, hal tersebut juga pernah disampaikan Ir. Soekarno dalam pidato HUT RI 1963.

"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak."

Tidak selalu bangsa melayu lemah etos kerja bukan?, Bahkan Singapura saja peringkat satu dunia.

Semoga bermanfaat
Copyright @FQM2019
Referensi: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun