Mohon tunggu...
fania eka
fania eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah orang yang berhobi memasak, dan suka menonton sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Naikkan Pendapatan Bukan BBM

18 September 2022   20:50 Diperbarui: 18 September 2022   21:23 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi penting yang digunakan oleh seluruh masyarakat dunia disamping energi listrik. BBM merupakan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Awal bulan September tahun ini bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan harga. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang mengumumkan langsung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersama Bapak Presiden Jokowi. Hadir juga Mentri Keuangan Sri Mulyani dan juga Mentri Sosial Trirismaharini.

Sebelum kenaikan resmi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahdil Lahadalia sempat mengugkapkan bahwa APBN 2022 tidak kuat lagi untuk menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). 

"Saya menyampaikan sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi, jadi tolong teman-teman samapaikan juga kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti sekarang feeling saya harus kita siap-siap kalu katakanlah kenaikan BBM itu terjadi." Kata Bahlil pada awal Agustus lalu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter (harga BBM naik). Selain harga BBM pertalite, ada kenaikan Solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax non-subsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per luter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Di sisi ekonomi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil, dan konsumsi rumah tangga. 

Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi berdampak langsung pada biaya transportasi masyarakat. Selain itu berdampak pula pada harga-harga kebutuhan pokok. 

Permasalahan bahan bakar minyak memang sering kali menjadi bahan perbincangan banyak orang dan juga menyusahkan masyarakat, karena bahan bakar minyak memang banyak dibutuhkan oleh masyarakat untuk bahan bakar kendaraan, untuk keperluan rumah tangga dan masih banyak manfaat bahan bakar minyak lainnya. 

Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang merambat ke harga kebutuhan pokok sehari-hari tidak selalu diimbangi dengan penyesuaian tingkat pendapatan masyarakat.

Naiknya harga bahan bakar minyak (bbm) berpeluang meningkatkan pengangguran, yang tentunya akan meningkatkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Bahkan, sejak Maret 2022, BPS melaporkan penurunan angka kemiskinan pascapandemi Angka kemiskinan pada bulan Maretsebesar 9,54% mencapai 26,16 juta. 

Minus 0,6 poin, 1,38 juta orang. Dibandingkan September 2021, penurunan angka kemiskinan mencapai 0,17 persen atau 340.000 orang. Namun, garis kemiskinan meningkat 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.

Jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan meningkat, akan menimbulkan kekacauan juga demo. Menenggok kembali tahun 2013, ratusan mahasiswa dan pekerja berdemonstrasi di depan Istana Negara,dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menentang naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). 

Hal itu harus menjadi pelajaran, sebelum pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah harus mempertimbangkan beberapa hal, inflasi dan daya beli masyarakat. Konsumsi masyarakat Indonesia menyumbang hingga 50% dari PDB, sehingga inflasi yang lebih tinggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan membantu menurunkan PDB.

Kenaikan harga pada saat yang sama, melebihi inflasi cost-push, dapat menyebabkan inflasi yang tinggi dan menyebabkan keresahab di semua lapisan masyarakat antara produsen, pengecer dan konsumen. Bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan kepada rakyat miskin bukanlah solusi dalam mengatasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). 

Daya beli masyarakat yang semakin menurun dapat mengakibatkan kelompok ekonomi menengah akan downgrade menjadi kelompok miskin baru. Petani kecil, nelayan tradisional, buruh, pelajar dan mahasiswa yang sedang menurut ilmu serta masyarakat umum adalah korban langsung dari kebijakan ini.

Subsidi juga harus dialokasikan untuk bidang lain yang secara langsung bermanfaat bagi masyarakat, seperti pembangunan irigasi, subsidi pertanian, jalan, pelabuhan, pendidikan dan kesehatan. Subsidi Bioenergi juga dapat digunakan sebagai alternative penyaluran dana offset bahan bakar untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Dari sisi pemerintah, adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menimbulkan keresahan tersebut akan berdampak pada kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Apalagi menjelang tahun politik dimana isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi kubu oposisi untuk menurunkan popularitas pemerintah.

Sebagai kalimat penutup ditulisan yang saya buat, dampak ekonomi dan psikologis kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) harus diwaspadai oleh pemerintah. harus ada upaya yang sesegera mungkin digerakkan. Disinilah peran pemerintah diperlukan untuk meyakinkan masyarakat agar tidak perlu panik dengan kenaikab bahn bakar minyak (BBM) yang melonjak parah. 

Pemerintah harus juga bisa meyakinkan masyarakat bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan diimbangi untuk membantu mereka yang terkena dampak, terutama rumah tangga menengah kebawah yang lebih sering membutuhkan subsidi. Bukan hanya itu, tindakan nyata dari pemerintah juga harus segera terlaksana. 

Agar tidak timbul masalah baru hingga perpecahan di tengah kekrisisan yang tengah melanda ini. membuat janji-janji akan semakin memperkeruh keadaan. korelasi antara pemerintahan dan masyarakat haruslah erat. mengikat satu dengan yang lain. supaya mampu terlaksananya cita-cita. entah dari sisi pemerintahan sendiri atau dari masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun