Mohon tunggu...
Fandy Ahmad Salim
Fandy Ahmad Salim Mohon Tunggu... Peternak - Lahir tahun 2003 dan selalu berusaha menggarap apa saja. Mulai dari tulisan, karya grafis, sampai usaha.

Pelajar di SMAN 1 Surakarta. Menulis, Membaca, dan merancang grafis. Penggemar karya sastra, non-fiksi dan karya lain. Dapat disapa lewat Instagram di @fandysalim_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Video-video Awan Berbentuk Lafaz Allah

9 Juni 2020   16:21 Diperbarui: 9 Juni 2020   16:26 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit: Irwan Khoiruddin

Sekitar tahun 2017. Saya baru kelas 9 SMP. Waktu itu saya sedang membaca sebuah buku di teras masjid sekolah. Dunia Sophie karya Jostein Gaarder. Sekolah sudah pulang dari jam 2 tadi. Sekarang sudah jam 4. Saya memamg sudah terbiasa dijemput terlambat. Seorang guru datang dan duduk di samping saya, mengenakan kaos kakinya usai sholat di dalam.

"Baca apa, mas?" Tanyanya melihat seorang anak SMP membaca buku setebel.

"Ini, Pak," saya menunjukkan cover novel yang digarap dengan apik itu, "novel filsafat."

Beliau terdiam sebentar sambil menali sepatunya.

"Ilmu ilmuwan-ilmuwan barat yaa. Hati-hati loo nanti jadi liberal. Banyak yang baca filsafat malah jadi ateis loo," katanya menyindir.

"Filsuf, Pak," koreksi saya, "di buku ini semua dipelajari, Pak. Mulai dari komunismenya Marx, rasionalismenya Descartes, sampai nihilsmenya Nietzsche."

Tali sepatunya rampung beliau tali. Tapi beliau tak kunjung beranjak.

"Tau nggak, Mas, Itu dulu ilmunya semua punya umat islam, lho, Mas. Dari ilmuwan-ilmuwan muslim di zaman kekhalifan Abbasiyah-Andalusia. Tapi semua pengetahuan itu dihancurkan orang kafir. Perpustakaan kita dibakar. Ilmu kita dicuri dan diakui sama mereka."

DEGG

Saya tau yang dimaksud pak guru itu adalah pembakaran perpustakaan Alexandria di Mesir dan perpustakaan di Baghdad. Peristiwa-peristiwa tersebut sudah akrab saya dengarkan di sekolah saya yang islam tersebut. Dan saya akui itu semua memang benar terjadi. Walau pada kenyataanya, situasi tidak sehitam-putih dan persis seperti yang dideskripsikan pak guru tersebut.

Namun yang lebih mengganggu benak saya, sejak pak guru tersebut mengatakan hal tersebut sampai hari ini, adalah ke-emoh-an umat ini buat bangkit. Lebih khususnya, bangkit secara budaya dan sains. Kita lebih suka mengutuk peristiwa tersebut. Menyesalinya. Melaknat 'orang kafir' yang melakukannya. Tapi kita sendiri enggan membangun kembali 'perpustakaan ilmu' tersebut. Semangat kita yang membara sebagai umat, acap kita habiskan cuma buat menunjukkan dominasi. Bukannya menjalani proses re-discovery dan sistesisme ilmu pengetahuan agar sesuai dengan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun