Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ada Apa dengan Indonesia?

30 November 2015   16:56 Diperbarui: 30 November 2015   18:08 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

‘Ribuan bunga amarilis dirusak pasukan tongsis’

‘Mama minta pulsa kini jadi papa minta saham’

‘Balapan maut Lamborghini vs Ferrari di Surabaya, satu tewas’

‘Perkosaan terjadi di atas jembatan penyeberangan’

Berita di atas saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Menjadi sebuah keprihatinan yang mendalam karena sebenarnya dimulai dari masalah yang sederhana. Banyak kejadian yang menusuk nurani kita karena seringkali tidak masuk dalam logika dan nalar berpikir kita. Namun, dari seluruh pemberitaan tersebut dapat ditarik suatu pertanyaan besar, ada apa dengan Indonesia?

Mengapa masyarakat kini cenderung abai dengan sekelilingnya? Dalam kasus Amarilis, terlihat bahwa komentar si pelaku yang menyatakan ‘suka-suka gue’ dan tidak sedikitpun menunjukkan empati terhadap pemilik justru menimbulkan antipati publik. Seolah-olah ribuan like di Instagram menjadi standar ketenaran remaja masa kini. Jika kini tak ada lagi kepedulian terhadap yang terjadi di sekelilingnya, dampaknya tentu akan jauh lebih besar. Tak ada lagi yang peduli dengan hal yang lebih besar, apalagi peduli terhadap permasalahan Indonesia.

Rasa malu juga kini semakin banyak yang tidak tahu. Pejabat publik yang seharusnya menjaga amanah rakyat dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia justru sibuk dengan kepentingan pribadinya. Bahkan yang terparah adalah menjual aset bangsa ini kepada pihak asing. Nasionalisme tergantikan oleh upeti para kapitalis. Jangan heran jika di kemudian hari generasi penerus kesulitan menikmati kekayaan alamnya sendiri, apalagi mengharapkan pembangunan yang merata tak hanya di Jakarta.

Hedonisme kini juga sudah dianggap hal yang wajar, sehingga marak kemampuan finansial dijadikan standar. Orang kaya yang merasa kekayaannya hanya hasil kerja kerasnya dan mengejar beribu kemewahan sehingga lupa dengan kehidupan orang lain yang bahkan mungkin tetangga di samping rumahnya. Pergaulan dibatasi oleh harta, hingga menghilangkan tata krama. Menjadi wajar jika kebut-kebutan mobil milyaran di jalan tak lagi dirasa malu. Tak heran jika saat ini banyak korupsi pejabat karena tuntutan untuk hidup nikmat.

Tak lagi dilupakan kasus perzinahan yang bersalin rupa semakin menghiasi media massa setiap harinya. Ajaran agama yang menyatakan ‘janganlah mendekati zina’ dianggap angin lalu, sehingga untuk memerkosa seorang gadis di tempat umum tak lagi menjadi tabu. Inilah ketika manusia hanya menuruti hawa nafsu, semuanya dikejar hanya demi nikmat sendiri dan lupa dengan manusia lain yang patut dijaga martabatnya.

Mungkin para pelaku berargumen, ‘ini kan hidupku, tak perlu ikut campur, urusi saja hidup masing-masing’ atau ‘toh ini semua hasil kerja keras sendiri, buat apa mikirin orang lain yang gak butuh. Kalau dia yang butuh, dia yang minta dong’ dan lainnya. Pemikiran seperti itu membentuk masyarakat yang individualis, tak empati, dan abai. Padahal sejak dahulu sudah diajarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain. Lantas, mengapa hal-hal seperti ini tetap terjadi?

Sebenarnya ada apa dengan kondisi ini? Apakah manusia, khususnya orang Indonesia sudah merasa bebas dan merasa berhak untuk bertindak semaunya? Atau justru sudah hilang nurani dan rasa peduli? Apakah kondisi ini harus dibiarkan saja? Jika tidak, apa yang sesungguhnya harus diubah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun