Persatuan bukan hanya soal doa, tapi soal kesadaran politik --- bahwa musuhnya bukan sesama Islam, tapi kekuasaan yang hidup dari perpecahan mereka
Disintegrasi politik di dunia Islam sejak abad ke-20 hingga kini bukan sekadar hasil konflik etnis dan sektarian internal, tetapi merupakan produk dari strategi geopolitik global yang berorientasi pada pengendalian sumber daya dan hegemoni kawasan.Â
Tulisan ini menjelaskan dua faktor utama---kerapuhan institusi politik domestik dan campur tangan kekuatan asing---yang membuat negara-negara berpenduduk Muslim menjadi sasaran divide and control modern.
Pendahuluan
Mengapa konflik berkepanjangan kerap terjadi di dunia Islam?
Mulai dari Irak yang dihancurkan invasi 2003, Suriah yang jadi ladang proxy war, Libya yang pecah pasca Gaddafi, Sudan yang terbakar perang saudara, hingga Palestina yang tak kunjung merdeka --- semuanya menunjukkan pola serupa: negara hancur bukan hanya karena perbedaan internal, tapi juga karena kepentingan eksternal yang menungganginya.
Metodologi
Kajian ini memakai pendekatan:
1.Analisis geopolitik (Mackinder, 1904; Brzezinski, 1997)
2.Kajian kolonialisme baru (Nkrumah, 1965; Said, 1993)
3.Analisis politik Islam kontemporer (Nasr, 2001; Esposito, 2016)