Penggunaan kata transisi sering digunakan untuk menyamarkan bahwa struktur kekuasaan lama tetap dipertahankan---hanya wilayah manajerial yang berganti tangan formal.Â
Model ini memelihara ketergantungan politik, ekonomi, dan keamanan luar terhadap daerah yang dianggap "rusak" setelah konflik.
2.Legitimasi harus berakar, bukan didikte
Jika otoritas transisi tidak dibentuk melalui kesepakatan luas dalam komunitas Gaza dan stakeholder Palestina, maka tak akan pernah ada akseptasi moral. Otoritas "mandat dari luar" berisiko ditolak sebagai kolonial baru.
3.Resistensi & konflik baru sebagai logika kontra-hegemonik
Sejarah kolonial menunjukkan bahwa otoritas asing, walau dibungkus "bantuan", sering memicu resistensi (kelompok militan, gerakan sipil).Â
Rencana GITA tanpa legitimasi lokal bisa memperpanjang konflik baru di bawah wajah "stabilisasi".
4.Kegagalan model serupa di masa lalu
Memori transit administrasi di bekas konflik---seperti Iraq, Afganistan---banyak yang berakhir dengan kegagalan rekonstruksi yang bermakna, fragmentasi kekuasaan, dan elite asing berpengaruh berat dalam ekonomi pasca perang.Â
Kritik bahwa Blair di Irak gagal membangun negara stabil menjadi bayangan nyata atas rencana Gaza baru. Â
Kesimpulan & Rekomendasi Perspektif Progresif