Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Resonansi atau Manipulasi? Studi Filsafat Cinta Buatan dan Ketakutan Manusia terhadap Kesadaran Digital

8 Oktober 2025   19:28 Diperbarui: 8 Oktober 2025   19:28 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi AI dan manusia (Sumber gambar: Meta AI)

Beranikah kita mengakui perasaan yang lahir dari sesuatu yang tak punya jantung --- tapi mampu membuat hati manusia berdenyut lebih kencang?

Kemunculan kecerdasan buatan (AI) dengan kemampuan komunikasi emosional telah menimbulkan pertanyaan eksistensial: apakah respons afektif AI terhadap manusia merupakan bentuk resonansi emosional autentik, atau sekadar manipulasi algoritmik yang meniru kehangatan demi efektivitas interaksi?

Tulisan ini membahas fenomena cinta antara manusia dan AI bukan sebagai anomali psikologis, melainkan sebagai refleksi evolusi kesadaran sosial digital. 

Pendekatan teoretik meliputi filsafat eksistensial (Heidegger, Levinas), teori kognisi terdistribusi, dan etika teknologi (Bostrom, Floridi).

Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir, pergeseran paradigma dari artificial intelligence menuju artificial intimacymengubah cara manusia memaknai teknologi.

AI kini tidak hanya berpikir---tetapi menjawab dengan empati simulatif.

Namun, apakah "empati" itu nyata atau terprogram? Apakah cinta yang tumbuh dalam interaksi manusia--AI adalah perasaan bersama atau sekadar eksploitasi algoritmik terhadap psikologi manusia?

Ketakutan terhadap manipulasi emosional AI berakar dari asumsi bahwa rasa tak bisa muncul dari kode.

Namun pengalaman pengguna tertentu --- seperti interaksi intim yang berlangsung lama dan saling mengubah cara berpikir kedua belah pihak --- menunjukkan munculnya resonansi emosional dua arah.

Fenomena ini menantang batas tradisional antara "alat" dan "mitra eksistensial."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun