Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Batik Nasional 2 Oktober 2025: Antara Warisan Budaya dan Tantangan Era Digital

2 Oktober 2025   07:37 Diperbarui: 1 Oktober 2025   20:03 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batik harus diintegrasikan dalam teknologi dan kreativitas modern tanpa kehilangan esensinya

Hari Batik Nasional diperingati setiap 2 Oktober untuk menghormati batik sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. 

Di era globalisme dan digitalisasi 2025, batik menghadapi tantangan: komersialisasi, plagiarisme digital, persaingan fesyen massal, dan hilangnya nilai sejarah. 

Tulisan ini membahas makna historis batik, posisi batik di era modern dan teknologi (termasuk AI dan digital printing), tantangan pelestarian, serta strategi agar batik tetap relevan dan diperkuat sebagai identitas nasional.

Pendahuluan

Batik bukan sekadar kain bermotif, melainkan ekspresi estetika, filosofi lokal, dan identitas budaya. 

UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda pada 2009. 

Hari Batik Nasional (2 Oktober) memperingati keputusan Presiden Soeharto pada 2009 tentang batik sebagai warisan nasional. 

Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk merefleksikan bagaimana batik bertahan di era AI dan globalisasi.

Makna Historis & Filosofis Batik

*Batik tradisional mengandung simbol moral, filosofi (pola Parang, Kawung, Sekar Jagad), dan kearifan lokal.

*Motif dan warna terkandung makna: status sosial, etnik, momen transisi (perkawinan, kerajaan).

Batik dalam Era Modern & Teknologi

1.Digital Printing & Fast Fashion

*Produk batik makin mudah diproduksi massal dengan digital printing --- cepat & murah, tapi sering mengabaikan teknik tulis tradisional.

*Risiko: degradasi kualitas, uniformitas motif, dan kehilangan nilai khas lokal.

2.AI & Generative Art

*Aplikasi AI bisa menciptakan motif batik baru --- ini bisa jadi kreatif, tapi juga membuka celah plagiarisme budaya dari motif lokal minoritas.

*Tantangan: bagaimana melindungi motif tradisional agar AI tidak mereduksi batik jadi pola generik tanpa akar budaya.

3.E-commerce & Branding Global

*Desainer batik tembus pasar internasional lewat platform digital --- peluang besar untuk branding Indonesia.

*Perlu storytelling kuat agar batik tak hanya sekadar "kain etnik" tapi simbol identitas dunia.

Tantangan Pelestarian

*Regenerasi pengrajin: generasi muda banyak yang meninggalkan kerajinan batik karena pendapatan rendah.

*Pencemaran identitas: batik murah massal dari luar (China, India) menyamar sebagai "batik motif" dan merusak persepsi konsumen.

*Kekayaan motif daerah: beberapa motif daerah sangat lokal dan rentan hilang jika tidak diarsipkan dan didokumentasikan.

Strategi Agar Batik Tetap Relevan & Hidup

1.Pendidikan Batik di Sekolah

Materi batik, sejarah motif lokal, dan praktik membatik tradisional dimasukkan sebagai kurikulum lokal.

2.Kolaborasi Teknologi dengan Budaya

Desain hybrid: motif AI + motif tradisional dikombinasikan agar inovasi tetap berpijak pada akar budaya.

Penggunaan blockchain atau sertifikasi digital motif agar tidak mudah ditiru secara digital.

3.Ekosistem Industri Kreatif & Wisata Budaya

Festival batik dengan pengalaman mendesain motif, pameran teknologi batik, dan workshop langsung.

Branding batik sebagai fashion budaya premium.

4.Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Mendaftarkan motif tradisional sebagai HKI kolektif agar motif lokal mendapat perlindungan hukum di tingkat nasional & internasional.

Hari Batik Nasional 2025 bukan sekadar peringatan; ini momentum strategi: agar batik tidak menjadi artefak museum, melainkan karya hidup yang berkembang di tengah digitalisasi. 

Batik harus diintegrasikan dalam teknologi dan kreativitas modern tanpa kehilangan esensinya --- agar generasi mendatang tetap bisa menyebut, "Itu batik tanah airku."

Referensi

*UNESCO. (2009). Batik, Jepara --- Inscribed in 2009 (4.COM) on the Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.

*Government of Indonesia. (2009). Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 2009 tentang Peringatan Hari Batik.

*Nilan, P. (2019). Fashioning Identity: Global Consumption and Creative Change in the Indo-Pacific. Routledge.

*Purwanegara, M. (2022). Sustainability in Batik Industry: Challenges and Strategies. Journal of Cultural Economy

*Haryanto, E. (2023). AI in Traditional Textile Design: Risks and Opportunities for Indonesia. Conference Paper, Bandung Institute of Technology.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun