Perlindungan anak dari predator seksual bukan sekadar kewajiban hukum, tapi panggilan nurani sebagai manusia
Setiap tanggal 22 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional sebagai wujud penghargaan terhadap hak dan martabat anak sebagai generasi penerus bangsa.Â
Namun, peringatan ini tak hanya berhenti pada selebrasi simbolik---ia harus menjadi seruan moral dan kebijakan konkret untuk perlindungan anak.
Dalam dua dekade terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat drastis, terutama melalui medium digital.Â
Predator seksual tak lagi menyelinap di lorong gelap; mereka kini hadir di layar smartphone, media sosial, bahkan ruang belajar daring.
Hari Anak Nasional 2025 harus menjadi momen kritis untuk memperkuat sistem perlindungan anak dari ancaman yang semakin kompleks.
Realitas Ancaman Seksual terhadap Anak
1. Statistik Nasional dan Global
Menurut data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), terdapat lebih dari 2.300 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang tahun 2024, dengan mayoritas pelaku adalah orang yang dikenal korban: guru, tetangga, saudara, hingga ayah kandung.
Sementara laporan Interpol (2024) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan peningkatan konten eksploitasi seksual anak secara daring.
2. Modus Baru: Teknologi sebagai Senjata Predator