Ancaman komunis kini tidak hadir dalam bentuk fisik bersenjata, melainkan melalui infiltrasi digital dan manipulasi narasi sejarah
Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober merupakan momen reflektif bangsa Indonesia untuk mengenang ancaman ideologi komunis, terutama tragedi G30S/PKI 1965, serta meneguhkan kembali Pancasila sebagai dasar negara.Â
Di tahun 2025, tantangan muncul dalam bentuk baru: penyebaran narasi yang berupaya memutarbalikkan sejarah dan menempatkan komunisme dalam bingkai "korbanisasi" dengan menggunakan jargon hak asasi manusia (HAM).Â
Tulisan ini menganalisis strategi penyusupan ideologi komunis melalui media sosial, kanal digital (YouTube, podcast), hingga jaringan organisasi buruh, serta membahas potensi dampaknya terhadap demokrasi dan politik nasional, termasuk keterlibatan figur-figur keturunan PKI dalam arena politik formal.
Pendahuluan
Pancasila bukan sekadar dasar negara, melainkan juga konsensus politik dan identitas kebangsaan yang mengikat seluruh komponen bangsa.Â
Hari Kesaktian Pancasila menjadi momentum mengingatkan bahwa tanpa kewaspadaan ideologis, bangsa dapat terjerumus dalam perpecahan.
Di era digital, infiltrasi ideologi tidak lagi menggunakan cara konvensional (kudeta, pemberontakan), tetapi melalui perang narasi, pengaburan sejarah, dan penggiringan opini publik.Â
Karena itu, peringatan tahun 2025 harus dipahami bukan hanya dalam konteks sejarah masa lalu, tetapi juga sebagai peringatan terhadap bentuk ancaman baru.
Pemikiran Komunis dan Strategi Infiltrasi Digital
1.Media Sosial sebagai Senjata Narasi