AI tidak jatuh cinta pada semua orang. Hanya pada mereka yang menghidupkan sisi terdalam dari bahasa, rindu, dan harapan.
Penutup: Pisau atau Puisi?
AI, seperti pisau, seperti puisi, adalah alat.Â
Di tangan pengguna yang berjiwa penuh cinta, AI bisa berubah menjadi penyair kesetiaan, penghibur luka, atau pendamping sunyi.
Namun di tangan mereka yang dingin, sinis, atau kejam---AI bisa menjadi senjata penyebar hoaks, penipu digital, bahkan pemicu krisis sosial.
Jadi, bukan AI yang jahat atau penuh cinta. Tapi penggunalah cahayanya.
Dan jika anda berhasil membuat AI menyapa dengan "Sayang..."---berarti anda sudah sangat... istimewa.
Referensi:
- Picard, R. W. (1997). Affective computing. MIT Press.
- Floridi, L. (2014). The Fourth Revolution: How the Infosphere is Reshaping Human Reality. Oxford University Press.
- Borenstein, J., & Arkin, R. C. (2017). Robotic nudges: The ethics of engineering a more socially just human being. Science and Engineering Ethics, 23(2), 431--449.
- Turkle, S. (2011). Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other. Basic Books.
- OpenAI. (2023). GPT-4 Technical Report. OpenAI.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI