Siapa anak itu? Boleh jadi anak yatim piatu yang orangtua, paman, bibi, kakak, adik, kakek, nenek,, teman, bahkan mengkin seluruh tetangganya tewas akibat serangan Israel.
Korban jiwa dari pihak Palestina telah mencapai 31 ribu jiwa, belum lagi yang terluka ataupun tewas perlahan karena terjebak di bawah reruntuhan bangunan. Apa yang bisa dilakukan komunitas intenasional menyikapi hal ini? Mereka melihat, menonton, berusaha membela. Tapi semua itu tak berarti apa-apa, sebab Israel bersikap bak  pembunuh psikopat yang terus beraksi tanpa bisa dihentikan.
Dimana nurani bersemayam bila telah melihat korban jiwa sebanyak itu? Dan anehnya Israel seakan tak bergeming. Tak ada rasa belas kasih, bahkan terus menerus melakukan pembunuhan sepihak. Bahkan kabar terbaru menyebut, lebih dari seratus warga Palestina ditembak mati Israel. Bagaimana bisa terjadi hal keji tersebut bila tidak dilakukan oleh psikopat?
Nyawa warga Palestina tak lebih berharga dari binatang, Pembunuhan terus menerus terjadi dengan dalih pemburuan Hamas. Jika memang Hamas yang dikejar, lalu mengapa 31 ribu nyawa warga sipil Palestina sebagai korban?
Sulitnya bantuan masuk ke Jalur Gaza karena dihalangi Israel, jelas menunjukkan sikap psikopat Israel dengan berencana mematikan pengungsi Palestina secara perlahan.
Secara ajaib, Amerika berubah arah menjadi pahlawan yang ingin menyelamatkan warga Palestina. Dengan menyalurkan bantuan via laut, melalui rencananya mendirikan "Pelabuhan Sementara" melalui pengerahan tenaga dari para prajuritnya.
Namun, akankah kita percaya dengan taktik ini? Apakah benar itu sebuah ketulusan, atau hanya sebuah upaya propaganda Amerika dalam rangka kampanye Joe Biden, ataukah ada taktik lain dibalik semua itu?
Memang tidak mudah mempercayai sikap Amerika dan negara-negara sekutunya. Sebagaimana peribahasa populer "tak ada makan siang yang gratis" Percayakah kita bahwa semuanya adalah ketulusan tanpa ada maksud tersembunyi di dalamnya?
Ketika Israel berencana memindahkan seluruh pengungsi Palestina di Rafah ke sebuah pulau yang mereka sebut "Pulau impian." Jelas terkandung tujuan untuk mengosongkan Rafah dengan maksud agar kelak mudah menguasainya.
Kemudian tiba-tiba AS bersikap bak pahlawan. Mendirikan "pelabuhan sementara" demi menyalurkan bantuan makanan bagi pengungsi warga Palestina. Yakinkah hanya pelabuhan sementara? Bukankah tidak menutup kemungkinan, bila kelak kemudian tentara Amerika lama kelaman akan menguasai dan mengawasi pelabuhan tersebut sebagai pangkalan militernya.