Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik Rusia-Ukraina Plus Amerika, Siapa yang Lebih Bisa Dipercaya?

9 Februari 2022   08:01 Diperbarui: 9 Februari 2022   11:48 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina, unit militer sukarelawan Angkatan Bersenjata, berlatih di taman kota di Kyiv, Ukraina, Sabtu, 22 Januari 2022. Sumber: AP PHOTO/EFREM LUKATSKY via KOMPAS.com

Semenjak kekuasaan komunis Rusia runtuh, maka disaat itulah Amerika beserta sekutu sekutunya semakin bersemangat memperkuat NATO, sebuah organisasi dunia yang diprakarsai barat demi membendung kelahiran kembali Blok Timur. 

Keadaan itulah yang membuat NATO kian solid, bahkan saat terjadinya konflik Rusia-Ukraina,  Amerika secara terang terangan menyebut Ukraina sebagai calon anggota NATO terbaru. Sebuah tawaran yang sangat unik dan ajaib, disaat Ukraina memiliki permasalahan dengan induk semangnya Rusia.

Ibarat kehidupan rumah tangga, Rusia dan Ukraina bagaikan suami istri yang bertengkar, istri sudah jelas mengajukan cerai dan pisah ranjang, namun Rusia sebagai suami ingin rujuk lagi, agar si istri bersedia menerima keinginannya.

Istri menolak mentah-mentah dengan sosok temperamen dan diktator sang suami karena pernah tersakiti saat peristiwa Holodomor dan aneksasi Crimea. Namun Rusia tetap ngeyel dengan ancaman persenjataan kuat demi membuat Ukraina gentar.

Menilik dari sejarahnya, Ukraina diserahkan secara simbolis oleh Pemimpin Partai Komunis Nikita Khrushchev pada 1954 kepada  Soviet. Hingga 2014 pemberontakan rakyat di Kiev berhasil menggulingkan pemerintahan Pro-Kremlin, akibatnya Rusia merebut semenanjung Crimea yang strategis di Laut Hitam.

Crimea merupakan rumah bagi bangsa Tatar yang mayoritas menentang aneksasi Rusia, dengan etnis minoritas yang sebagian besar Muslim. Setelah mendapat tekanan berat dari pihak berwenang, ribuan orang Tatar Crimea banyak yang meninggalkan semenanjung itu. Meskipun sebagian besar negara tidak mengakui pencaplokan Crimea oleh Rusia, namun Moskwa tetap ngeyel dengan membangun jembatan melintasi Selat Kerch pada 2018 demi menghubungkan Crimea ke Rusia. 

Namun Rusia mungkin lupa, ibarat suami istri, ternyata ada pria lain yang bersedia membantu istrinya, yakni Amerika. Dengan alutsista yang lebih menggelegar dibanding Rusia, belum lagi barisan sekutu NATO yang siap membantu main kepruk di belakangnya.

Dunia tak mampu berkata apa-apa, sebab Amerika beserta konco konconya di NATO beralasan bahwa segala yang dilakukannya atas nama hak asasi manusia, pembelaan terhadap negara teraniaya. Dan dunia mempercayainya, meski porak porandanya negara-negara di Timur Tengah menjadi sebuah bukti bahwa turut campurnya Amerika dalam permasalahan sebuah negara hingga melakukan invasi hanya berdasar seabrek dugaan yang tak pernah terbukti kebenarannya.

Doktrin AS pemicu perang nuklir

Terlalu berlebihan bila dikatakan akan terjadi perang dunia ketiga jika Amerika benar-benar berhadapan dengan Rusia dalam membela Ukraina, perang dunia bagaimana? Dari segi persenjataan dan alutsista, sudah jelas Rusia ketinggalan jauh dari Amerika, apalagi dari segi jumlah, berbeda hampir lima kali lipat. Bahkan seandainya pun terjadi perang dunia ketiga, maka sudah pasti Rusia kalah melawan Amerika dan konco konconya, sebab mereka negara pembuat senjata nomor satu. 

Yang menjadi kekhawatiran adalah pihak ketiga yang ikutan didalamnya, yakni Amerika. Sebab negara paman sam itu memiliki doktrin Mutually Assured Destruction (MAD) atau Kesepakatan untuk Saling Menghancurkan. 

Doktrin yang dilahirkan saat era Menteri Pertahanan AS McNamara tahun '60-an sebagai prinsip yang didasarkan pada gagasan bahwa serangan nuklir satu negara adidaya akan dibalas dengan serangan balik nuklir yang luar biasa, mati satu mati semua, hancur satu hancur semua, tak ada pemenang. Kalau pemegang kendali negara adidaya dunia dipimpin oleh pemimpin sentimentil dengan emosi tak stabil, maka dunia bakal hancur lebur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun