Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Makanan Menjadi Identitas "Si Kaya dan Si Miskin" pada Abad Pertengahan di Eropa

31 Maret 2020   17:43 Diperbarui: 16 Maret 2022   23:20 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: kumparan.com, gambaran dominasi gereja pada abad pertengahan.

Semakin kaya, maka semakin baik mereka makan. Orang kaya lebih banyak memakan daging yang ditaburi rempah-rempah dan diselimuti oleh roti putih dan saus di atasnya.

Bagi masyarakat miskin menurut Eskelner dalam Abad Pertengahan, mereka berupaya mengolah makanan dari apa yang ada di sekitar mereka. Jika tinggal di dekat sungai, maka makananya adalah ikan. 

Jika terdapat sarang lebah dan tanaman-tanaman maka dibuatlah madu, kacang-kacangan darinya. Hal itu terjadi karena mereka tidak mampu untuk membeli makanan yang lebih baik dari biasanya. Lainhalnya dengan kaum bangsawan yang umum mengomsumsi daging dengan rempah-rempah dan wine.

Dalam pengolahan makanan oleh masyarakat saat itu, dikenal juga teknik pengawetan makanan. Masyarakat saat itu mengawetkan makanan dengan cara pengeringan, pengasinan, dan pengasaman kepada daging yang mereka hendak makan agar makanan itu tahan lama dan bisa dinikmati disaat musim dingin. 

Makanan yang dikomsumsi kaum bangsawan lebih cenderung terpengaruh bangsa asing hal ini karena mereka memiliki cukup uang untuk mengimpor kebutuhan makannya. Misalkan saja dengan memanfaatkan rempah-rempah yang diimpor dari negeri luar.

Terdapat satu fakta unik yang dikemukakan oleh Eskelner bahwa pola makan golongan pekerja sudah diatur oleh norma sosial yang ditentukan gereja pada waktu itu. Dalam pandangan gereja, pekerja perlu makanan yang sehat dan lebih murah agar bisa produktif dalam bekerja.

Pada akhir abad pertengahan pola makan masyarakat berubah, khusunya pada golongan bangsawan seiring dengan mudahnya masyarakat memperoleh rempah-rempah. Bumbu-bumbu penyedap tersebut memberikan rasa yang khas dan aromatik terhadap cita rasa makanannya.

Misalkan saja pemakaian verjuice, anggur, dan vinegar yang dikombinasikan dengan jahe untuk menambah kehangatan. Meluasnya penggunaan gula atau madu juga memberikan cita rasa yang berbeda pada masakan. Tetapi sayang, perubahan pola masyarakat hanya dirasakan oleh golongan atas tidak dengan golongan bawah.

Makanan yang Memisahkan Mereka. 

Terjadinya abad pertengahan memberikan dampak terhadap kehidupan sosial-masyarakat saat itu termasuk dalam ranah makanan. Makanan dapat memberikan sebuah penanda atas kehidupan sosial yang ada. Dari apa yang mereka makan saja, sekiranya sudah dapat mengetahui mereka dari golongan mana saja.

Hal ini sejalan dengan pemikiran gastronom ternama asal Perancis, Brillat-Savarint, bahwa "tell me what you eat, and I will tell you who you are". Perkataan Savarint itu benar, bahwa makanan dapat menjadi penanda darimana kita berasal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun