Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Makanan Menjadi Identitas "Si Kaya dan Si Miskin" pada Abad Pertengahan di Eropa

31 Maret 2020   17:43 Diperbarui: 16 Maret 2022   23:20 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan yang Memisahkan.

Dominasi gereja yang besar tentu saja berdampak kepada aspek sosial masyarakat. Menurut Djaja dalam Sejarah Eropa (2012), pada abad pertengahan rakyat terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu golongan penguasa, golongan menengah, dan golongan kelas buruh dan petani. 

Antar ketiga golongan tersebut memiliki perbedaan yang kontras. Mereka terus 'bertarung' untuk menikmati hidupnya yang layak, khususnya dikalangan golongan buruh dan petani yang mendapat nasib buruk dari golongan penguasa. Mereka hidup dalam penderitaan, mereka bekerja keras tanpa menikmati hasil jerih payahnya dengan memadai.

Tentu saja, pelapisan sosial pada masa itu tidak hanya menentukan kekuatan politik, tetapi menentukan pula kekayaan. Sudah barang tentu, kehidupan seperti itu berdampak kepada gaya hidup masing-masing golongan. Salah satu gaya hidup yang menjadi perhatian adalah budaya makan. 

Budaya makan dapat menjadi penanda atas kenyataan yang terjadi pada abad pertengahan. Kaum bangsawan yang mempunyai harta yang lebih maka akan sangat mudah untuk memperoleh yang dia inginkan, misalkan dalam ranah makanan mampu menikmati makanan yang mereka inginkan.

Lain halnya dengan kaum kelas bawah karena mereka tidak memiliki kemudahan untuk mengakses atau membeli makanan yang mereka inginkan, maka mereka makan makanan yang tersedia di sekitar mereka. 

Rupanya, hal ini sejalan dengan pandangan Wilson dalam Food, Drink, and Identity in Europe (2006) yang berpendapat bahwa makanan telah lama dikaitkan dengan identitas sosial. Dalam konteks abad pertengahan, maka tentu saja makanan dapat menjadi tanda kehidupan sosial masyarakat.

"Aku ada karena aku makan...."

Makanan adalah hal mendasar yang harus dicukupi setiap manusia di seluruh dunia setiap harinya. Tanpa tidak makan, mungkin manusia akan mati kelaparan. Kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya tersebut tercermin pada masyarakat Eropa abad pertengahan.

Dilansir dari website mediaevaltime, masyarakat miskin abad pertengahan pada umumnya memakan kubis, kacang panjang, telur, sereal, dan roti gandum. 

Kadang-kadang mereka juga menyantap keju, daging asap dan aneka jenis unggas. Hal ini tentu tidak dirasakan oleh mereka yang mempunyai uang lebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun