Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sang Martir Corona

12 April 2020   01:14 Diperbarui: 12 April 2020   01:47 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illuatrated by Pixabay.com

Apakah mayat saudara-saudara kita yang wafat karena pandemi corona memerlukan untaian kata-kata para penyair atau lagu kedukaan atau pidato pernyataan?

Berapakah jumlah mereka yang menjadi martir dan kita menghitung-hitung bagai angka tak bersisa, tak bermakna.

Dimana nurani? Dimana akal sehat? Dimana? Dimana? Dimana? 

Beberapa orang-orang  menanam ketidakrelaan kepada saudaranya yang menjadi martir dengan amarah dan kegeraman yang menolak mereka dikubur di tanah pusara kampungnya sendiri.

Bukan kematian yang bikin ngeri. Yang tergelap kala kita tak jadi manusia walau mengaku manusia. Sang Martir saudara setanah seair namun diperlakukan bukan bagai manusia.

Engkau punyai mata namun mata batin yang buta tak mampu menatap diri sendiri apalagi orang lain. Mata batin orang yang wafat dan kau tolak pekuburannya itu bercahaya berpendar-pendar.

Engkau camkanlah ini "Yang wafat menjadi martir tetaplah hidup dihati orang-orang. Sedangkan engkau hidup tapi 'mati' di hati orang-orang."

Jamal Rahmat
Curup

12.04.2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun