Agama tidak melarang sesuatu perbuatan kalau perbuatan itu tidak merusak jiwa. Agama tidak menyuruh kalau suruhan tidak membawa selamat dan bahagia jiwa. -- HAMKAÂ
Abul A'la al-Maududi, tokoh Islam berasal dari Pakistan pernah menyatakan dalam bukunya The Meaning of the Qur'an bahwa manusia merupakan tema pokok yang paling banyak dibicarakan dalam al-Qur'an. Sehingga karena pentingnya manusia dibicarakan dalam al-Qur'an maka al-Qur'an mengkhususkan satu surat yang diberi nama dengan al-Insan (manusia).
Manusia dengan segala aspek kehidupan yang dilaluinya sungguh sangatlah menarik untuk dibicarakan karena dengan kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh Allah kepadanya maka sejatinya kehidupan ini oleh manusia dilalui dengan kebahagiaan. Ini idealnya namun pada kenyataanya tidaklah seperti demikian. Â
Disamping untuk hanya mengabdikan diri kepada Allah (ma'bud) tujuan hidup manusia ada yang lainnya yaitu tercipta dan tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk tercapainya kebahagiaan tersebut maka bermacam cara dilakukan oleh manusia baik dengan jalan yang benar ataupun salah, baik dengan cara jujur ataupun curang, kadangkala tidak dapat lagi membedakan mana yang halal dan yang haram, bahkan yang lebih sadis lagi, manusia rela membunuh seseorang agar kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tersebut berpindah kepadanya.
Sayangnya, kebahagiaan yang dicari oleh manusia dilalui dengan jalan merendahkan sendiri kemanusiaanya agar terpuaskan hatinya. Sebutlah contoh, seorang mahaiswa agar mendapatkan IP (Indeks Prestasi) yang tinggi maka ketika membuat tugas, mencontek punya orang lain bahkan ketika UAS (Ujian Akhir Semester) pun dilakukan dengan cara yang curang, contek sana, contek sini, kalau perlu melihat buku.
Lain contoh, adalah dalam penerimaan CPNS dengan cara yang juga sama yaitu kecurangan, H3S (Halal, Haram, Hantam Saja). Kecurangan dalam bentuk apa pun juga sangat mudah ditemui dalam negeri ini, seolah-olah itulah jalan satu-satunya untuk tercapainya kebahagiaan.
Terjadi pergeseran karakter manusia dari yang sangat menghargai proses dan hasil, kemudian hanya sekedar mengejar hasil. Lebih ironis lagi kebahagiaan kemudian diukur semata dengan benda. Terpenuhinya unsur-unsur kebendaan dalam diri manusia maka bahagialah ia.
Ketika anda membeli baju bagus dengan harga yang mahal dan anda pamerkan kepada orang lain maka kesenangan jasadiyah/bendawi terpenuhi, atau tentang anda ingin makan di tempat yang sangat enak untuk mengenyangkan perut tidak peduli berapa pun uang yang dikeluarkan maka ini dinamakan dengan kesenangan jasadiyah yang terpenuhi sedangkan kesenangan ruhaniyah adalah sebaliknya.
Jika kesenangan jasadiyah adalah terpenuhinya keinginan sandang, pangan dan papan sedangkan kesenangan ruhaniyah adalah kedekatan kepada yang menciptakan pangan, sandang dan papan yaitu Allah seperti bersedekah, menolong kaum lemah, beribadah. Â