Jakarta - 2023, sebuah diskusi publik bertajuk "Manis di Bibir, Pahit di Hati" mempertemukan dua sosok yang nggak pernah takut ngomong apa adanya: Rocky Gerung dan dr. Tirta. Acara yang digelar Amnesty International Indonesia ini jadi ajang curhat intelektual sekaligus kritik keras terhadap situasi kebebasan berekspresi, apalagi di tengah tahun politik.
 dr. Tirta: Dari Dianggap Aneh Jadi Suara Kritis
Dalam forum itu, dr. Tirta blak-blakan cerita tentang masa lalunya. Katanya, sejak muda, pendapatnya sering dianggap aneh dan enggak nyambung. Tapi justru karena sering dimarginalkan itulah dia mulai berani vokal lewat media sosial.
Bagi Tirta, kebebasan berekspresi bukan cuma soal "bebas ngomong", tapi tentang berbagi ilmu dan memberdayakan masyarakat. "Kalau kamu punya pengetahuan, kamu wajib bagi. Tapi jangan sampai sok tahu. Baca dulu, baru bicara," tegasnya.
 Rocky Gerung: Kritik = Membongkar, Bukan Membangun!
Sementara itu, Rocky Gerung tampil dengan gaya khasnya: tajam dan satir. Ia menyentil keras pemerintah yang selama ini hanya mau menerima kritik yang "membangun" alias yang nggak bikin risih.
"Kritik itu harusnya membongkar. Kritik bukan dekorasi. Pemerintah yang cuma mau dipuji, itu bukan pemimpin. Itu penghibur." ujarnya tajam.
Bung Rocky juga menyoroti pentingnya kebebasan berpikir sebagai akar dari kebebasan berekspresi. "Yang enggak boleh dibatasi itu pikiran. Selama belum melukai martabat manusia, semua ucapan harusnya sah." tambahnya.
 Kritik: Hak Setiap Warga, Bukan Ancaman!
Pesan utama dari diskusi ini jelas: kebebasan bicara bukan cuma hak, tapi juga tanggung jawab. Baik Bung Rocky maupun dr. Tirta mengingatkan bahwa ekspresi kritis adalah bagian penting dari demokrasi dan bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dibungkam.