Mohon tunggu...
Arfan Abdillah
Arfan Abdillah Mohon Tunggu... Lainnya - Petani yang suka melukis dengan papan tik

Hidup sederhana merakyat dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Extended Producer Responsibility sebagai Jembatan Investasi Hijau

18 Juli 2022   21:52 Diperbarui: 18 Juli 2022   22:05 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ducolimarco85 dari pixelbay

Artikel ini tidak akan terbit tanpa adanya Bank Indonesia bersama dengan Kompasiana yang menghadirkan kompetisi penulisan blog ini, oleh karena itu mari kita pertama -- tama memberikan sambutan kepada Bank Indonesia selaku bank sentral yang mengatur arus keuangan negara yang tidak henti -- hentinya memberikan berbagai upaya kampanye agar seluruh lapisan masyarakat melek literasi dan menghadirkan berbagai tulisan bermanfaat lainya. Dalam salah satu tema yang disediakan adalah Investasi hijau, lalu apakah investasi hijau dan bagaimana relevansinya menyambut G20?

Investasi Hijau

Investasi hijau adalah sebuah kata sarat makna, bagaimana praktik investasi pada kelestarian alam di tengah gempuran era komersialisasi dapat dilaksanakan. Investasi hijau tidak berarti kaku seperti berinvestasi pada penanaman pohon atau gerakan peduli lingkungan lainya, tapi bentuk investasi kepada perusahaan yang berjasa pada lingkungan juga termasuk dari investasi hijau. 

Sukarnya apabila kita berkaca pada sejarah revolusi industri, hadirnya mesin uap  yang terkenal sebagai investasi terbesar pada sektor industri yang membawa dampak masif kepada perekonomian kala itu tidak memperhatikan lingkungan sama sekali,  tidak ada seorang jua yang memperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan apalagi terang -- terangan mengkampanyekan perlawanan. 

Pada saat ini berbagai perusahaan membangun menara tinggi penghasil asap -- asap hitam dengan kandungan sulfur dioksida (S02), bahkan kendaraan bermotor yang biasa kita pakai juga mengeluarkan emisi nitrogen dioksida (NO2) yang sama -- sama merusak kualitas udara dan mencemari lingkungan. 

Lantas siapakah yang patut disalahkan, apakah kita yang menggunakan berbagai alat penghasil polusi atau justru raksasa -- raksasa industri ? 

Menurut laman IQAir kualitas udara Jakarta berada pada ambang berbahaya dengan nilai 9.4 kali diatas ambang batas kualitas udara yang disarankan oleh WHO dengan sumber polusi utama berasal dari hasil industri dan pembakaran bahan bakar.

Sesuai dengan pepatah ikan busuk mulai dari kepala, para produsen industri ini adalah tersangka utama dalam pencemaran udara dan lingkungan yang perlu diperhatikan. 

Tentunya pemerintah tidak tinggal diam melihat fenomena ini dan menerbitkan Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 sebagai tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. 

Dalam Permen tersebut kewajiban produsen untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dipertegas dengan hadirnya Extended Producer Responsibility (EPR) khususnya pada pasal 1 yang berbunyi "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam" . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun