Mohon tunggu...
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur
Fajrul Affi Zaidan Al Kannur Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Lidah akan terus berkata jujur, selagi hatinya ikhlas dan luhur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menakar Penerapan "Student Loans" di Indonesia

22 Juni 2018   13:22 Diperbarui: 22 Juni 2018   13:51 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: flickr/aronbaker2)

Sistem pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Semua itu terjadi karena teknis pelaksanaan di lapangan tidak sesuai harapan. Hampir setiap pergantian rezim pemerintahan sistem pendidikan selalu berganti tak terkecuali pada tingkat perguruan tinggi. Baru-baru ini ide kredit pendidikan atau student loan bagi pelajar perguruan tinggi di Indonesia muncul kembali lewat pernyataan Presiden Joko Widodo dan system ini dapat dilaksanakan kembali di indonesia.

Melalui program ini pelajar di perguruan tinggi bisa mendapat pinjaman biaya kuliah dan dapat mencicil pembayarannya setiap bulan atau setelah diterima di dunia kerja hal ini dirasa akan memudahkan mahasiswa dalam biaya kuliah. Sebelumnya pada era 1980-an sistem student loan sendiri sudah pernah diterapkan di Indonesia, namun ada beberapa persoalan sehingga program tersebut terpaksa dihentikan. Salah satunya, tidak sedikit mahasiswa yang tidak membayar tanggungannya.

Jokowi berkaca pada Amerika Serikat. Dimana di Amerika Serikat total pinjaman kartu kredit mencapai 800 miliar dollar AS. Sementara kredit khusus pendidikan lebih besar nilainya, yakni 1,3 triliun dollar AS. Lewat fakta ini jokowi berharap bahwa masyarakat Indonesia bisa mengubah pola konsumtif dari barang ke jasa pendidikan.

Namun dibalik semua itu, sistem student loan ini dianggap kurang pas dan dianggap memberatkan mahasiswa perguruan tinggi. Mahasiswa dipaksa untuk berhutang kepada pemerintah untuk biaya pendidikan. Jadi, selam kuliah kita gratis tapi setelah lulus kita diwajibkan untuk membayar semua uang kulaih seperti UKT atau SPP secara berkala.

Sistem pembayaran ini juga punya waktu jatuh tempo dan memakai bunga karena sistem ini juga bekerja sama dengan pihak perbankan. Hal ini dianggap memberatkan karena banyak lulusan sarjana di Indonesia yang tidak mendapatkan pekerjaan. Menurut data BPS ( Badan Pusat Statistik) tahun 2016 jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia.

Sementara pengagguran lulusan perguruan tinggi mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,3 juat orang yang tidak memiliki pekerjaan. Sumber lain mengtakan ada sekitar 2,6 juta sarjan menganggur di Indonesia, jumlah lulusan universitas yang menganggur setiap tahunnya sekitar 60% sedangkan hanya 37% yang terserap oleh lapngan kerja. Hal ini terjadi karena tidak adanya kesesuaian permintaan pasar tenaga kerja dengan kompetensi lulusan perguruan tinggi.

Negara-negara maju yang sudah menerapkan sistem student loan seperti Inggris dan Amerika bisa dibilang gagal. Seperti dilansir dari New York Federal Reserve di Amerika, hutang biaya pendidikan sudah menjadi hutang konsumen tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hutang ini sudah semakin besar pada tahun 2017 sehingga pantas dikategorikan sebagai masalah serius yang semakin lama semakin memburuk.

Dari sumber Pew Research Center di ketahui jika ingin terbebas dari kredit ini, setiap mahasiswa di AS harus membayar sebesar 24,300 dollar AS atau setara 218 juta rupiah dan sebanyak 19% atau 22,4 juta rumah tangga di AS, mempunyai hutang di universitas. Sehingga rumah tangga dipaksa menggunakan sebagian besar pendapatan mereka untuk pembayaran kredit pendidikan tersebut. Masalah dari student loan ini adalah pinjaman mahasiwa yang terus naik.

Pemicunya bukanlah jumlah pengeluaran mereka selam kuliah. Namun, dalam banyak kasus penyebab melonjaknya hutang mahasiswa adalah biaya pendidikan yang juga meroket. Jadi disatu sisi mahasiswa dipaksa berhutang, tetapi di sisi lain biaya kuliah terus naik sejalan dengan hukum pasar. Karena pendidikan kita saat ini orientasinya adalah komersilisasi pendidikan sehingga biaya UKT/SPP semakin mahal.

Bagaimana jika kebijakan Student Loan ini diterapkan di Indonesia ?. hasil survey dari Higher Education Leadership and Management (HELM) mengenai sumber pendapatan mahasiswa di Indonesia. 88,16% biaya pendidikan bersumber dari keluarga atau orang tua, serta hanya 4,6% berasal dari beasiswa. Disini juga disebutkan ketika orang tua mahasiswa dikenai tagihan pembayaran, sebagian besar mereka meminjam saudara (32%), bank (28%), dan pegadaian (13%).

Jadi dapat disimpulkan rata-rata orang tua di Indonesia sudah menghutang demi memnuhi tagihan pendidikan anaknya. Jadi, jika student loan diterapkan di Indonesia yang pertama terkena dampaknya adalah rumah tangga miskin dan kelas menengah. Karena kedepannya biaya pendidikan akan semakin mahal dengan hanya memikirkan bagaimana memperoleh profit sebesar-besarnya. Dan satu-satunya cara untuk mengaksesnya adalah dengan berhutang lewat kredit pendidikan. Sehingga orang-orang kecil hanya akan dipaksa bekerja untuk membayar hutang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun