Keputusan Presiden Prabowo Subianto mencabut proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) bukan hanya langkah administratif biasa, tetapi sinyal kuat bahwa pemerintahannya menolak tunduk pada kepentingan besar yang berpotensi melanggar aturan tata ruang dan prinsip keberlanjutan.
Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 16 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada 24 September 2025. Dengan regulasi tersebut, proyek PIK 2 yang sebelumnya masuk PSN sektor pariwisata berdasarkan aturan era Presiden Joko Widodo (Permenko Nomor 12 Tahun 2024) resmi dikeluarkan dari daftar proyek strategis nasional.
Konsekuensinya jelas. Setelah dihapus dari PSN, proyek PIK 2 tidak lagi mendapat kemudahan perizinan maupun fasilitas yang biasanya diberikan pada proyek strategis. Namun, proyek ini tetap dapat berjalan secara mandiri tanpa dukungan khusus dari negara. Artinya, pemerintah tidak menghalangi investasi, tetapi memastikan semuanya berjalan sesuai koridor hukum dan tata ruang yang berlaku.
Sebagai informasi, PIK 2 Tropical Coastland dikembangkan oleh Agung Sedayu Group, perusahaan milik pengusaha Sugianto Kusuma alias Aguan, dengan rencana investasi mencapai Rp 65 triliun. Proyek ini semula digadang-gadang menjadi kawasan wisata hijau dengan luas 1.756 hektare, namun di balik megahnya proyek tersebut tersimpan sejumlah persoalan serius.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid sebelumnya telah mengungkap berbagai pelanggaran mendasar pada proyek PIK 2. Ia menegaskan, kawasan tersebut tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Bahkan, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk kawasan itu belum ada sama sekali.
Lebih jauh, Nusron juga mengungkap fakta mengejutkan bahwa ada sekitar 1.500 hektare dari total 1.700 hektare lahan PIK 2 ternyata merupakan kawasan hutan lindung. Sampai saat ini, belum ada proses resmi penurunan status hutan tersebut dari hutan lindung menjadi area pemanfaatan lain. Dengan kata lain, proyek ini berpotensi menyalahi aturan lingkungan hidup yang seharusnya menjadi dasar setiap pembangunan.
Langkah Presiden Prabowo mencoret PIK 2 dari daftar PSN menunjukkan konsistensi terhadap prinsip pemerintahan yang tertib ruang dan berpihak pada kepentingan publik. Dalam konteks pembangunan nasional, keputusan ini bukan sekadar "menghapus proyek", tetapi mengembalikan arah pembangunan agar tetap sejalan dengan hukum dan etika lingkungan.
Keberanian seperti ini perlu terus dijaga. Sebab, pembangunan besar tanpa kepatuhan pada tata ruang hanya akan melahirkan masalah baru yang berdampak pada kerusakan alam, konflik lahan, dan ketimpangan sosial. Presiden Prabowo, melalui keputusan tegas ini, tampaknya ingin menegaskan satu hal bahwa Indonesia harus maju tanpa mengorbankan alam dan aturan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI